“Makanya harus ditangani satu lembaga untuk radikalisme ini, kalau beda-beda, maka bisa beda juga hasilnya,” ujar Teddy.
Ia menilai, apabila seseorang dipaksa untuk memakai jilbab, maka hal itu harus diproses sebagai tindakan radikalisme.
“Orang dipaksa pakai topi santa, org dilarang berhijab, org dipaksa berhijab, itu harus diproses sebagai tindakan radikalisme. Karena itu paham atau aliran,” ucapnya.
Teddy menuturkan bahwa kasus korupsi sudah memiliki lembaga khusus untuk menanganinya. Sementara, lanjut dia, radikalisme belum memiliki suatu lembaga khusus.
“Kalau korupsi sudah ada lembaga khusus yang mengurusnya. Kalau radikalisme belum ada lembaga khusus yang mengurusnya @jokowi,” ujar dia menegaskan.
Menurut dia, BNPT yang menangani terorisme belum cukup untuk mengurus isu radikalisme, karena terorisme hanyalah salah satu cabang dari radikalisme.
“Teroris hanya salah satu cabang dari Radikalisme. Radikalisme bukan hanya bicara terorisme,” ujar Teddy.
Teddy berpendapat bahwa intoleransi, terorisme, dan sejenisnya masuk dalam ranah radikalisme.