Sebut Tokoh di Jakarta Terlalu Besarkan Isu Berjilbab, MUI Sumbar: Saya Lihat Ada Masalah Lain yang Ditujukan

- 26 Januari 2021, 10:33 WIB
Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar.
Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar. /Dok. ANTARA.

PR DEPOK – Majelis Ulama Indonesia Sumatra Barat (MUI Sumbar) menilai isu yang baru-baru ini tengah ramai terkait aturan memakai jilbab bagi siswi di SMKN 2 Padang terlalu dibesar-besarkan oleh para tokoh di Jakarta.

Hal tersebut disampaikan Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar, di Padang pada Senin, 25 Januari 2021 kemarin.

"Saya melihat ada tokoh-tokoh di Jakarta yang begitu gampang menuduh ini antikebhinekaan, intoleran, pertanyaannya apakah mereka sudah mendengarkan kronologisnya," kata Gusrizal seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Kritik Soal 153 TKA China yang Masuk Indonesia, Roy Suryo: Ironis, 3,5 Juta TKI Malah Dirumahkan!

Dengan munculnya berbagai tanggapan dari berbagai pihak mengenai polemik aturan memakai jilbab di SMKN 2 Padang, Gusrizal pun memberikan peringatan.

Gusrizal mengingatkan kepada sejumlah pihak di Jakarta untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang sebelum berkomentar dengan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Saya sendiri telah konfirmasi ke pihak pemerintah daerah apa yang sebenarnya terjadi di SMKN 2 Padang," ucap dia menambahkan.

Baca Juga: Klaim Permintaan Maaf Ambroncius Soal Ujaran Rasisme 'Telat', Gus Umar: Usai Viral, Baru Ngemis Minta Damai!

Gusrizal juga menyesalkan orang yang berkomentar ada pemaksaan pakai jilbab terhadap siswi non muslim di Padang dan mempertanyakan di mana unsur pemaksaan itu dan dari mana muncul istilah pemaksaan itu.

"Coba buktikan orang yang menuduh ini pemaksaan. Jadi saya melihat ini bukan hanya perkara SMK saja, ini ada masalah lain yang ditujukan ke Sumatra Barat," tuturnya.

Sementara itu, Pengamat Hukum Universitas Bung Hatta Padang Miko Kamal, Phd mengungkapkan bahwa ia termasuk pihak yang tidak setuju dengan aturan keharusan memakai jilbab bagi semua siswi.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Tembus 1 Juta, Yan Harahap: dan Pak Jokowi Klaim Berhasil Atasi Krisis Kesehatan Akibat Pandemi

"Pertama, perempuan Muslim dan non muslim, kok, disamakan. Harusnya memang ada pembeda. Biar kalau bertemu di jalan, muslim lainnya bisa membedakan, kemudian perintah menutup kepala rapat-rapat kan memang hanya untuk para Muslimah saja," terangnya.

Namun, ia tidak yakin kebijakan Kepala SMK Negeri 2 Padang itu sedang menjalankan program Islamisasi di sekolahnya.

"Perasaan saya, ini kebijakan teknis saja. Teknis merapikan semua murid yang datang ke sekolah. Tanpa terkecuali. Ini, nampaknya, terjemahan dari kebijakan berseragam di sekolah-sekolah kita," ujar dia.

Baca Juga: Klaim Tidak Rasis kepada Natalius Pigai, Ambroncius Nababan: Mana Mungkin Saya Lakukan pada Suku Papua?

Menurut Miko, kebijakan teknis itu dianggap serius oleh kelompok tertentu. Saking seriusnya, Kepala sekolah dianggap melanggar HAM mengganggu kebebasan beragama. Bahkan dijadikan bukti baru bahwa orang Sumbar semakin intoleran.

Padahal ia memastikan kehidupan sosial orang Sumbar tidak seperti itu. Di Padang, lanjut dia, warga pondok bebas ke gereja atau vihara. Warga Tionghoa pun tidak segan meminta jatah beras ke masjid.

Seperti diketahui sebelumnya, Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi menyampaikan pihaknya tidak ada memaksa siswi memakai jilbab dan yang dilakukan hanya untuk keseragaman berpakaian di sekolah itu pun jika siswi bersedia.

Baca Juga: Sebut Ada Eskalasi Situasi di Papua Akibat Rasisme Ambroncius, Pengamat: Kelakuan 'Biadab' yang Perlu Dikecam!

Ia menegaskan sekolah menghargai keberagaman keyakinan. Bahkan ia sempat mengatakan kepada para guru ada seorang siswa yang tidak seragam berpakaian dan jangan ada yang mengusik siswa tersebut.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x