PR DEPOK - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI, Achmad Baidowi turut berkomentar kabar Presiden Jokowi cabut Perpres terkait legalisasi investasi industri minuman keras (miras).
Seperti diketahui, legalisasi investasi miras tersebut terdapat dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang disahkan 2 Februari 2021 lalu.
Soal Jokowi cabut Perpres investasi industri miras, Achmad Baidowi mengaku sangat mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang mendengarkan reaksi publik, mendengarkan aspirasi ulama, tokoh pesantren serta partai politik.
Baca Juga: Terima Masukan dari Para Ulama, Presiden Jokowi Resmi Cabut Perpres Terkait Investasi Industri Miras
Hal tersebut dilontarkan Achmad Baidowi atau yang akrab disapa Awiek di Jakarta pada Selasa, 2 Maret 2021.
Awiek mengatakan PPP sebagai bagian koalisi pemerintah tetap mendukung penuh keputusan yang diambil Presiden Jokowi.
Namun, jika ada hal yang bertentangan dengan aspirasi publik, dirinya mengatakan PPP akan mengingatkan pemerintahan Presiden Jokowi.
"Karena teman yang baik adalah tidak selalu harus setuju, namun mampu mengingatkan apabila ada yang dianggap kurang perlu," ujar dia.
Baca Juga: Neno Warisman Soroti Perizinan Investasi Miras: Sekalian Saja Legalkan Perjudian dan Prostitusi
Soal Perpres investasi industri miras yang telah dicabut, Awiek mengatakan PPP sama sekali tidak anti terhadap investasi dan justru mendukung investasi yang membangun bukan yang merusak.
Lebih lanjut, Awiek menyarankan para menteri dan orang-orang di lingkaran Presiden untuk selalu berhati-hati dalam memberikan masukan ataupun menyusun draft keputusan.
Alangkah lebih baik, kata dia, mendengar pihak terkait agar kebijakannya dapat diterima dengan baik karena berdasarkan aspirasi publik.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi telah resmi mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal atau investasi industri miras yang mengandung alkohol.
Keputusan itu diambil Jokowi setelah dirinya menerima masukan dari berbagai pihak yang tegas menolak adanya kebijakan tersebut.
""Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama, MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi daerah," kata Jokowi.***