Permendikbudristek Penuhi Hak Pendidikan Aman, Nadiem Makarim: Dianggap Sepele, tapi Dampak Psikologi Sama

- 12 November 2021, 16:10 WIB
Permendikbudristek Nomor 30 diklaim penuhi hak pendidikan yang aman, Nadiem Makarim pun menjelaskan ini.
Permendikbudristek Nomor 30 diklaim penuhi hak pendidikan yang aman, Nadiem Makarim pun menjelaskan ini. /Instagram/@nadiemmakarim

PR DEPOK - Polemik Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi masih menuai pro dan kontra hingga kini.

Banyak pihak yang menilai jika Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 melegalkan perzinahan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim dituding menjadi orang yang bertanggung jawab atas keluarnya Permendikbudristek Nomor 30 tersebut.

Baca Juga: Fadil Jaidi Tak Menyangka ‘Toko Ci Lenny’ Trending hingga Menuai Beragam Komentar Warganet

Nadiem Makarim menjelaskan jika adanya Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) bertujuan memenuhi hak setiap warga atas pendidikan yang aman.

“Permendikbudristek PPKS adalah salah satu upaya untuk pemenuhan hak pendidikan setiap WNI atas pendidikan tinggi yang aman,” ujar Nadiem dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Antara News pada 12 November 2021.

Sasaran peraturan tersebut adalah para pendidik, mahasiswa hingga masyarakat yang berinteraksi di lingkungan kampus.

“Sasaran Permendikbudristek ini adalah mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma,” lanjutnya.

Baca Juga: Portugal Sahkan Aturan Baru Work From Home, Salah Satunya Perusahaan Dilarang Mengganggu Privasi Karyawan

Nadiem kembali menegaskan jika adanya inovasi dalam peraturan tersebut, permutasi dalam kekerasan seksual yang fisik, nonfisik, verbal, dan melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Ia mengatakan jika ada tindakan yang kadang dianggap sepele, tapi dampak psikologis terhadap korban tetap sama.

"Inovasi dalam Permendikbudristek ini, apa permutasi dalam kekerasan seksual yang fisik, nonfisik, verbal, dan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Kadang dianggap sepele, tapi dampak psikologisnya sama. Kategorisasinya sesuai dengan standar Komnas Perempuan, UNICEF dan WHO,” jelasnya.

Baca Juga: Mantan Personel JKT48 Nabilah Ayu Ungkap Perasaannya Usai Rayakan Ulang Tahun yang ke-22

Dalam keterangannya Nadiem menambahkan jika hingga saat ini belum ada payung hukum yang jelas bagi kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus.

Hal tersebut membuat pemimpin perguruan tinggi kesulitan mengambil langkah tegas dalam kasus tersebut.

Dalam Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 disebutkan bahwa segala bentuk tindakan yang dapat konsekuensi sanksi administratif diantaranya menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan atau identitas gender korban, memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan korban, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon dan atau yang bernuansa seksual pada korban, menatap korban dengan tatapan seksual dan atau tidak nyaman, mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan atau video bernuansa seksual pada korban meskipun sudah dilarang korban.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah