PR DEPOK – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto merespons pernyataan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan soal klaim big data.
Sebelumnya diketahui, Luhut Pandjaitan mengeklaim bahwa pihaknya memiliki big data pemilih Indonesia yang ingin penundaan Pemilu 2024 terjadi.
Menurut Hasto Kristiyanto, big data seperti yang digunakan Luhut Pandjaitan semestinya digunakan untuk persoalan yang mendesak bagi masyarakat.
Big data tersebut, kata dia, seharusnya dipakai untuk merespons persoalan minyak goreng yang langka hingga kenaikan harga kebutuhan pokok di tengah masyarakat.
Baca Juga: Indonesia Berhasil Melewati Puncak Omicron, Juru Bicara Covid-19 Ingatkan Hal Ini
Maka dari itu, Hasto Kristiyanto pun mempertanyakan kapasitas Luhut dalam membicarakan big data tersebut.
Sebab menurutnya, bila berbicara politik, hukum dan keamanan, hal itu merupakan ranah Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Di sisi lain, jika berbicara politik demokrasi, tatanan pemerintahan, ia menuturkan bahwa itu kapasitas milik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Baca Juga: Arti Karakter Hewan Muncul di Kuis Hari Bumi: Ada yang Misterius dan Cantik
Menanggapi hal ini, Benny Harman lantas angkat bicara melalui akun Twitter pribadinya, @BennyHarmanID.
Politisi Partai Demokrat ini menegaskan bahwa polemik yang terjadi selama ini bukan mengenai big data.
"Melainkan soal pelanggaran konstitusi," kata Benny Harman, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com pada Rabu, 16 Maret 2022.
Ia melanjutkan, penambahan masa jabatan presiden dengan cara menunda Pemilu merupakan pelanggaran berat konstitusi (gross violation of constitution).
"Hiih, jangan takut dicap kadrun, dibuli, dibilang bodoh/tolol, dicaci maki, dan diancam sekalipun untuk mengatakan kebenaran," katanya di cuitan berbeda.
"Termasuk untuk melumpuhkan argumentasi dari mereka yang mengatasnamakan rakyat mau perpanjang masa jabatan presiden dengan menabrak konstitusi," pungkasnya.***