Polri Diminta Lanjutkan Proses Hukum Kasus Rizky Billar, Komnas Perempuan: Supaya Tidak Terulang

- 17 Oktober 2022, 18:31 WIB
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani angkat biacara soal kasus Rizky Billar.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani angkat biacara soal kasus Rizky Billar. /ANTARA/Muhammad Zulfikar

PR DEPOK – Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani meminta kepada jajaran kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk melanjutkan proses hukum kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka Rizky Billar (RB).

Hal itu berhubungan dengan dicabutnya laporan status tersangka RB yang dilakukan oleh korban yakni istrinya sendiri, Lesti Kejora (LK).

Menurut Andy, pencabutan yang dilakukan oleh saudari LK tidak serta merta menghentikan proses hukum yang telah berjalan.

"Komnas Perempuan mendukung langkah kepolisian, khususnya Polres Jakarta Selatan untuk tetap melanjutkan proses hukum dalam penanganan kasus LK,” kata Andy Yentriyani, dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Kejagung Jelaskan Alasan Ferdy Sambo Tak Kenakan Rompi Tahanan di Sidang Perdana Kasus Pembunuhan Brigadir J

Dirinya beralasan bahwa hal itu mesti dilakukan, supaya kejadian KDRT semacam itu tidak terulang kembali.

“Dengan maksud untuk memastikan kejadian serupa tidak berulang di kemudian hari," katanya menambahkan.

Menurutnya, dalam siklus kekerasan, korban dan pelaku akan terus berputar dari kondisi tanpa kekerasan, kondisi ketegangan, kondisi ledakan kekerasan, dan kondisi rekonsiliasi.

Namun dari waktu ke waktu, ledakan kekerasan tersebut dapat menjadi lebih intensif dan menjadi sangat fatal dengan mengakibatkan luka yang serius, bahkan hingga mengakibatkan kematian.

Baca Juga: Presiden Tunjuk Heru Budi Jadi Pj Gubernur DKI, Berikut Tanggapan Anies Baswedan

Sehingga, Andy berharap kepada masyarakat serta pihak kepolisian agar selalu waspada dengan adanya siklus kekerasan dalam kasus KDRT semacam itu.

Pihaknya meminta agar tidak melakukan pendekatan keadilan restoratif, karena dapat membuka celah impunitas pelaku dan meneguhkan siklus KDRT.

Terlebih itu, dirinya juga beralasan bahwa pasal yang disangkakan kepada pelaku tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.

"Pasal 44 ayat (1) UU Penghapusan KDRT menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf A, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta," kata Andy.

Baca Juga: Preman Pensiun 7 Tayang Jam Berapa? Berikut Link Streaming RCTI untuk Saksikan Aksi Kang Mus

Namun disisi lain, menurut Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 8 Tahun 2021 juga belum memuat penanganan khusus dalam kasus KDRT.

Peraturan tersebut menurutnya hanya memuat langkah pelaku untuk melakukan permohonan maaf dan penggantian kerugian yang ditimbulkan.

Tanpa disertakan dengan peraturan mengenai langkah-langkah selanjutnya yang wajib dilakukan oleh pelaku, agar memastikan kejadian KDRT tidak terulang kembali.***

Editor: Dini Novianti Rahayu

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah