Haji Rasul menempuh pendidikan dasarnya di Minangkabau, dan melanjutkan pendidikan agamanya di Mekkah pada 1849 selama 7 tahun.
Setelah kembali ke Minangkabau, Haji Rasul dijuluki sebagai Tuanku Syaikh Nan Mudo. Alhasil, Haji Rasul kembali ke Mekkah untuk belajar kembali di sana.
Pada 1906 Haji Rasul kembali ke Minangkabau dan mengajar agama Islam secara lintas kampung dan kota.
Dalam setiap tablighnya, Haji Rasul kerap bersifat kritis dan koersif. Bahkan, Haji Rasul menentang adat istiadat yang bersifat diskriminatif terhadap orang lain, secara faktual sikap itu ditujukan kepada dua teman ulamanya yaitu Syaikh Djambek dan Haji Abdullah Ahmad.
Haji Rasul kerap melakukan perjalanan dakwah keluar Minangkabau antara lain Malaya dan Jawa. Di Jawa, Haji Rasul membina hubungan dengan Sarekat Islam dan Muhammadiyah.
Haji Rasul adalah sosok pendiri Muhammadiyah di Minangkabau pada 1925 dan dengan cepat meluas di sana. Haji Rasul memang ulama yang aktif dalam gerakan.
Baca Juga: Link Streaming Liga Champions Bayern Munchen vs Manchester City, Kamis 20 April 2023
Suraunya bertumbuh menjadi ekosistem kritis yang kemudian melahirkan partai politik yaitu Persatuan Muslimin Indonesia pada tahun 1930-an.
Pada 1929 sampai 1939, Haji Rasul kerap melakukan dakwah ke seluruh Sumatera untuk menyampaikan pemikirannya.