Sejarah Muhammadiyah, Ormas Islam dengan Fokus Masalah Sosial dan Pendidikan

- 22 April 2023, 18:13 WIB
Logo Muhammadiyah.
Logo Muhammadiyah. /Pikiran Rakyat/Irwan Suherman/

PR DEPOK - Keputusan sidang Isbat Kementerian Agama (Kemenag RI) tentang ketetapan waktu Idul Fitri 2023 jatuh pada Sabtu, 22 April 2023.

Sementara itu, Muhammadiyah sudah menetapkan Lebaran 2023 sebelum ketetapan Kemenag RI. Muhammadiyah menetapkan hari raya Idul Fitri atau Lebaran pada 21 April 2023.

Perbedaan penetapan waktu Idul Fitri antara Muhammadiyah dan Kemenag RI merupakan fenomena lazim dalam percakapan teologis Islam maupun sehari-hari di Indonesia.

Baca Juga: Doa Ziarah Kubur Jelang Lebaran, Latin beserta Artinya

Diketahui bahwa perbedaan penetapan waktu Idul Fitri antara Muhammadiyah dan Kemenag RI karena keduanya menggunakan metode yang berbeda.

Dalam menetapkan Idul Fitri Kemenag RI menggunakan metode hybrid antara hisab dan rukyatul hilal.

Sementara, Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau pendekatan secara matematis dan astronomis.

Baca Juga: PKH Tahap 2 untuk Ibu Hamil April 2023 Sudah Cair? Simak Informasi Lengkap hingga Cara Cek di Sini

Alhasil, perbedaan penetapan waktu Idul Fitri ini kerap menjadi percakapan hangat di tengah umat Islam saat menjelang Lebaran.

Untuk memahami perbedaan metode teologis Muhammadiyah dalam menetapkan Idul Fitri dapat dipahami melalui historisitas ormas Islam yang berdiri di tengah konteks kolonialisme Belanda.

Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 18 November 1912 oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Pendirian ormas tersebut berdasarkan saran sejumlah muridnya dan beberapa rekannya di Budi Utomo agar mendirikan sebuah lembaga pendidikan bersifat formal.

Baca Juga: 3 Rekomendasi Film tentang Perempuan Indonesia untuk Ditonton saat Hari Kartini 21 April

Sebelum jauh, KH Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada 1869 dengan nama Muhamad Darwis, anak dari khatib di masjid sultan yaitu KH Abubakar bin Kyai Sulaiman.

KH Ahmad Dahlan menyelesaikan pendidikan dasarnya di kota Yogyakarta. Kemudian, pada tahun 1890 KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekkah untuk belajar selama satu tahun. Lalu, pada tahun 1903 KH Ahmad Dahlan kembali ke Mekkah dan menetap selama 2 tahun.

Setelah pulang dari perjalanan Haji pertama, KH Ahmad Dahlan sudah merengkuh imajinasi pembaruan dalam Islam di Jawa. Dalam hal ini, imajinasi pembaruan yang dimaksud adalah penyelarasan antara ajaran Islam dengan gaya hidup umat.

Baca Juga: Cara Daftar PKH Balita April 2023, Lengkapi Data di Sini Tuk Dapatkan Dana Tunai Rp3 Juta

Tampaknya, KH Ahmad Dahlan mendapatkan imajinasi pembaruan tersebut dari tafsir Al Manar karya Muhammad Abduh. Menurut cerita, KH Ahmad Dahlan dan Soorkatti duduk berhadap-hadapan di kereta api tanpa mengenal satu sama lain. Saat itu KH Ahmad Dahlan sedang membaca Al Manar karya Abduh. Melihat ini, Soorkatti tidak menyangka seorang lokal dapat membaca kitab ilmiah tersebut.

Setidaknya, imajinasi pembaruan tersebut dapat dilihat dalam tindakannya yaitu meluruskan arah kiblat masjid. Pada saat yang sama, KH Ahmad Dahlan juga menggalang aktivitas sukarela di Kauman untuk meningkatkan kebersihan daerahnya.

Namun, imajinasi pembaruan KH Ahmad Dahlan memicu ketidaksenangan dari kalangan elite agama di masjid Sultan, salah satunya KH Mohammad Halil sehingga pelurusan kiblat di masjid tersebut gagal.

Baca Juga: Lirik Lagu Haegeum - Agust D, Romanization Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Tidak sampai di situ, KH Mohammad Halil memerintahkan massa untuk menghancurkan langgar milik KH Ahmad Dahlan. Peristiwa tersebut membuat KH Ahmad Dahlan kecewa mendalam dengan ekosistem teologi di Yogyakarta sehingga memutuskan untuk pergi dari sana.

Akan tetapi, kepergiannya ditahan oleh salah seorang keluarganya dengan mendirikan langgar baru dan menjaminnya untuk menerapkan pemikiran teologis KH Ahmad Dahlan di tempat itu. Lalu, KH Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya menjadi khatib di mesjid Sultan.

Pada tahun 1909, KH Ahmad Dahlan masuk Budi Utomo dengan tujuan memberikan pengajaran agama kepada para anggotannya. Rupanya, pemikiran agama KH Ahmad Dahlan selaras dengan harapan teologis Budi Utomo sehingga ia didorong untuk mendirikan sebuah sekolah modern dan legal secara hukum positif.

Baca Juga: Keutamaan Menikah di Bulan Syawal yang Disunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW

Sejak saat itu, Muhammadiyah berdiri dengan tujuan menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW dan memajukan agama Islam kepada para anggotanya. Untuk mewujudkan imajinasi tersebut, maka Muhammadiyah fokus dengan pendirian sekolah, mengadakan rapat dan tabligh membahas masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid, dan menerbitkan buku, koran, majalah dan brosur.

Pada masa awal pendirian Muhammadiyah, ormas ini cenderung fokus dengan masalah sosial dan pendidikan dalam skala Kauman, Yogyakarta.

Namun, pada 1917 Muhammadiyah mulai dilirik oleh masyarakat di luar Kauman, Yogyakarta karena peserta kongres Budi Utomo tertarik dengan tabligh KH Ahmad Dahlan dalam kongres tersebut.

Baca Juga: Berikut Amalan Utama yang Dilakukan Rasulullah SAW ketika Idul Fitri Tiba

Menjelang tahun 1920 Muhammadiyah mulai meliputi seluruh Jawa, sedangkan pada tahun 1921 ormas ini mulai meliputi seluruh Hindia Belanda (baca: Indonesia).

Perluasan Muhammadiyah dari Kauman, Yogyakarta tidak lepas dari peran para pedagang dan perantau Minangkabau. Para pedagang dan perantau Minangkabau tersebut adalah generasi hasil pembaruan di Minangkabau.

Para pedagang Minangkabau di Pekalongan sebelumnya mendirikan Nurul Islam kemudian menjadi Muhammadiyah cabang Pekalongan. Sedangkan, Muhammadiyah cabang Surabaya didirikan oleh Pakih Hasjim, seorang ulama Padang didikan Haji Abdul Karim Amrullah.

Baca Juga: Bansos PKH April 2023 Kapan Cair, Ikuti Langkah Ini untuk Cek Penerimanya dan Ambil Dana Tunai di Kantor Pos

Pada 1925 Haji Rasul mengunjungi Jawa dan tertarik dengan aktivitas Muhammadiyah. Alhasil, Haji Rasul mengubah organisasi lokal di Minangkabau menjadi Muhammadiyah cabang Minangkabau.

Alhasil, proses perluasan Muhammadiyah berlangsung hingga tahun 1929 dengan meliputi wilayah di luar Jawa dan Sumatera. Selain dari faktor KH Ahmad Dahlan, perluasan Muhammadiyah ke seluruh Indonesia juga ditopang oleh pengetahuan soal reformasi atau pembaruan di Mesir, sehingga ormas Islam ini dinilai dapat menjadi jalan untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran reformis Islam.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x