Fenomena 'Balita Dewasa' 21 Tahun di Nusa Tenggara Barat, Kesulitan Biaya Hingga Terhenti Imunisasi

- 27 Agustus 2020, 07:09 WIB
Muzakkir, balita dewasa berusia 21 tahun di Nusa Tenggara Barat.
Muzakkir, balita dewasa berusia 21 tahun di Nusa Tenggara Barat. /RRI

PR DEPOK - Fenomena balita dewasa kembali mencuat dan kali ini terjadi di Indonesia.

Fenomena tersebut dirasakan oleh Muzakkir, seorang pria berusia 21 tahun asal Dusun Padende, Desa Situng, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Bukan seperti pemuda seusianya pada umumnya, Muzak, panggilan karibnya, hanya memiliki tinggi 65 cm dan berat sekira 10 kg. Usianya dewasa, tapi tubuhnya seperti layaknya seorang balita.

Baca Juga: Jadwal Pemadaman Listrik Kota Depok Kamis 27 Agustus 2020, Mulai Pukul 9.00 Hingga 16.00 WIB  

Kemampuan Muzak hanya dapat tertawa, marah, dan sedih. Kemudian teman bermainnya adalah anak-anak kecil dengan usia layaknya anak-anak yang dalam kondisi sedang lucu-lucunya, yakni usia 3-5 tahun dan juga usia 6-10 tahun.

Muzakkir adalah anak dari pasangan suami istri, Junaidi dan Murah. Lahir setelah Hari Raya Idul Fitri, Maret 1999, usia Muzakkir memang sudah selayaknya berada di angka 21 tahun. Namun tubuhnya itu yang menjadi pertanyaan siapa pun. Ia tetap kecil bak seorang balita.

Ayah Muzakkir, Junaidi pergi meninggalkan rumah untuk merantau pada tahun 1998 namun sayangnya tak pernah kembali lagi.

Istrinya, Murah, yang sedang mengandung kala itu, akhirnya melahirkan Muzakkir tanpa seorang suami yang seharusnya mendampinginya.

Baca Juga: Jelang Pilkada 2020, Megawati Soekarnoputri Tuding Banyak Survei Tidak Objektif dan Berbayar 

Giman, kakek Muzak mengisahkan, setelah melahirkan, Murah mengalami kelumpuhan akut selama dua tahun. Setelah sembuh, ia pun menikah lagi dengan pria lain dari Desa Sepakek, Lombok Timur.

Sejak itulah, baru disadari bahwa kondisi Muzakkir mengalami gangguan pertumbuhan. Walaupun sudah dibawa ke dokter, dia tetap mengalami gangguan semacam keterlambatan tumbuh layaknya fisik anak normal. Di satu sisi, usia Muzakkir bertambah setiap tahunnya.

Muzak kecil kerap dibawa ke Posyandu untuk menjalani imunisasi, namun harus terhenti seiring bertambahnya usia. Sampai beranjak dewasa, ia dirawat oleh nenek dan bibinya.

Dikutip dari RRI oleh Pikiranrakyat-Depok.com, Giman lanjut menuturkan, sejak Murah menikah lagi, dan nenek yang merawatnya meninggal dunia, otomatis Giman yang mengambil alih tanggung jawab perawatan cucunya tersebut.

Baca Juga: Jadi Kebanggan Indonesia Hingga Terkendala Krismon, Pesawat N250 Gatotkaca Karya Habibie Dimuseumkan 

Saat ini, satu hal yang diharapkan Giman adalah Muzakkir mendapatkan perhatian dari Pemerintah, mengingat keadaan cucunya ini lain dari yang lain.

Apakah ini sebuah penyakit, ia sendiri tidak memahaminya. Butuh lebih dari sekadar pemeriksaan untuk mengetahui itu dan dirinya tidak ada biaya.

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur maupun Provinsi NTB juga diharapkan dapat berbuat sesuatu. Karena Muzakkir butuh pengobatan. Saat ini, ia hanya menerima bantuan berupa Program Keluarga Harapan (PKH) berupa sembako.

Muzakkir bukan fenomena manusia langka dari Indonesia. Dia adalah potret bagaimana sebuah kehidupan yang sejak awal tidak berjalan dengan semestinya. Fenomena gagal tumbuhnya tersebut disebut dengan dwarfism.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah