Bali Catat Lonjakan Kasus Covid-19, Epidemiolog: Rapid Test Tak Cocok untuk Saring Wisatawan

- 8 September 2020, 15:04 WIB
Pulau Bali mencatat lonjakan infeksi Covid-19 setelah wisata domestik kembali dibuka.*
Pulau Bali mencatat lonjakan infeksi Covid-19 setelah wisata domestik kembali dibuka.* /Dok. EPA/

PR DEPOK – Lonjakan kasus Covid-19 baru-baru ini terjadi di Bali. Pakar medis mengaitkan lonjakan ini dengan alat tes cepat atau rapid test yang digunakan untuk menguji para pengunjung atau wisatawan yang datang ke Bali.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al Jazeera, alat rapid test yang digunakan diduga tidak akurat dan murah.

Turis asing awalnya tidak diperbolehkan untuk memasuki Indonesia pada bulan April lalu. Namun, meskipun rencana untuk membuka wisata Bali untuk turis mancanegara minggu ini telah dibatalkan, perjalanan udara masih dibuka untuk turis domestik mulai tanggal 31 Juli lalu.

Baca Juga: Idap Skizofrenia, Isabella Guzman Tersangka Pembunuhan Kejam Ibu Kandungnya Dinyatakan Bebas

Sejak pembukaan wisata Bali untuk domestik tersebut, pulau yang dikenal dengan keindahan pantainya ini menerima rata-rata 3.000 wisatawan lokal setiap hari. Wisatawan lokal ini sebagian besar berasal dari pulau Jawa, yang merupakan salah satu pulau dengan dampak terparah Covid-19.

Sepanjang bulan Juli dan paruh pertama Agustus, jumlah kasus baru terkonfirmasi di Bali turun sebanyak 27 kasus per hari pada 10 Agustus 2020, sehingga rata-rata kasus baru per hari adalah 40.

Akan tetapi, dua minggu setelah dibukanya kembali wisata untuk domestik, kasus baru yang terkonfirmasi di pulau Bali mulai melonjak. Kasus baru menyentuh angka 198 kasus pada 4 September 2020.

Baca Juga: Cek Fakta: Peneliti Australia Dikabarkan Sebut Jokowi sebagai Presiden yang Tak Miliki Kemampuan

Hingga Selasa, 8 September 2020, Bali telah mencatat sekiranya 6.385 kasus positif Covid-19 dan 116 kematian.

Seperti diketahui, untuk masuk ke Bali, pengunjung diharuskan menunjukkan hasil rapid test negatif yang dilakukan dalam 14 hari terakhir, tidak boleh lebih.

Selain hasil tes, pengunjung juga tidak boleh menunjukkan gejala seperti batuk kering atau demam.

Namun, Dr. Dicky Budiman, ahli epidemiologi yang telah membantu merumuskan respons pandemi di Indonesia selama 20 tahun, menyatakan bahwa protokol skrining masih memungkinkan adanya pengunjung yang terinfeksi masuk ke Bali.

Baca Juga: Everton Datangkan James Rodriguez dari Real Madrid, Ancelloti: Dia Pemain Fantastis

“Alat rapid antibody test tidak mendeteksi infeksi saat ini. Alat tersebut hanya mendeteksi ketika seseorang terinfeksi beberapa minggu atau bulan lalu,” ujar Dr. Dicky Budiman.

Lebih lanjut ia menambahkan bahwa alat tersebut tidak dikhususkan untuk menguji Covid-19 saja.

“Jika Anda dites positif, Anda mungkin tertular virus corona yang berbeda dari anjing Anda. Karena alasan ini, Australia, Inggris, dan India semuanya berhenti menggunakannya, karena tidak akurat,” katanya.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia mengatakan penggunaan tes antibodi yang menunjukkan hasil non-reaktif pada wisatawan dapat memberikan “rasa aman palsu” pada mereka. Untuk diketahui, tingkat sensitivitas tes terhadap Covid-19 bervariasi antara 34 persen hingga 80 persen.

Baca Juga: Melalui Prakerja.go.id, Buruan Cek Pengumuman Kartu Prakerja Gelombang 7 di, Berikut Caranya!

Dr. Dicky Budiman menjelaskan cara terbaik untuk mencegah turis domestik dengan Covid-19 menyebarkan virus di Bali adalah dengan mengubah protokol skrining menjadi tes polymerase chain reaction (PCR).

Sementara itu, Profesor Gusti Ngurah Mahardika, ahli virus paling senior di Bali, mengatakan bahwa tes antibodi cepat tidak cocok untuk turis Bali.

“Saya sudah katakana sejak Februari bahwa tes antibodi cepat tidak cocok untuk menyaring orang yang datang ke Bali. Ini adalah solusi murah yang cocoknya untuk menyaring pasien di rumah sakit. Dan jika pasien reaktif mereka perlu tes PCR untuk memastikan apakah mereka terinfeksi,” ungkap Mahardika.

Ia memaparkan bahwa reaksi terhadap tes berarti orang tersebut memiliki antibodi terhadap virus. Namun jika seseorang tidak bereaksi terhadap tes itu bukan berarti mereka tidak memiliki virus tersebut.

Baca Juga: Pemakaman Khusus Covid-19 Diduga Penuh, Anies Baswedan: Jangan Berspekulasi!

“Mereka mengartikan hasil dengan cara yang salah. Mereka yang memiliki hasil tidak reaktif harus menjalani tes PCR di tempat atau dikarantina,” sambung Profesor Universitas Udayana tersebut.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x