Obituari Pollycarpus Budihari Priyanto: Perjalanan Mantan Tersangka Pembunuhan Aktivis HAM Munir

- 19 Oktober 2020, 06:48 WIB
Pollycarpus Budihari Priyanto.
Pollycarpus Budihari Priyanto. /Antara/

PR DEPOK - Kabar duka datang dari salah satu anggota pilot senior maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang juga merupakan mantan tersangka kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir, yakni Pollycarpus Budihari Priyanto.

Pria berusia 59 tahun tersebut meninggal dunia diduga akibat terinfeksi Covid-19 saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina pada 17 Oktober 2020.

Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 26 Januari 1961 tersebut sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Munir pada Sabtu, 19 Maret 2005.

Pada Senin pekan sebelumnya, ia masih memiliki status sebagai saksi dan menjalani pemeriksaan intensif dengan lebih dari 100 pertanyaan oleh lima tim penyidik Polri.

Baca Juga: Susul Laporan Kelangkaan Elpiji Bersubsidi, Pertamina Tambah Suplai Gas 3 kg di Kabupaten Bintan

Pembunuhan tersebut diduga dijalankan dengan cara memasukkan racun ke dalam makanan korban.

Pollycarpus yang saat itu sedang tidak bertugas berada dalam satu pesawat dengan Munir. Polisi menduga bahwa ia bukanlah tersangka utama, melainkan hanya berperan sebagai fasilitator.

Kursi yang diduduki Munir adalah kursi yang sebenarnya untuk disiapkan untuk Pollycarpus, tetapi Pollycarpus menawarkan penggantian tempat duduk dengan Munir. Atas sikap itulah yang menjadi salah satu alasan penangkapannya.

Pada 1 Desember 2005, jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menuntutnya hukuman penjara seumur hidup karena terbukti terlibat dan merencanakan pembunuhan Munir.

Baca Juga: Demi Diterima Masyarajat, Jokowi Tunjuk Mensetneg Kunjungi 2 Ormas Islam Sosialisasikan UU Ciptaker

Akan tetapi, ternyata ia divonis hukuman penjara selama 14 tahun oleh majelis hakim.

Selanjutnya, pada 4 Oktober 2006 Mahkamah Agung (MA) menyatakan Pollycarpus tidak terbukti melakukan kesalahan atas pembunuhan berencana.

Dalam putusan kasasi (PK) yang dibacakan di Jakarta, MA hanya menghukum terdakwa Pollycarpus dua tahun penjara karena terbukti menggunakan surat palsu.

Putusan kasasi terhadap terdakwa Pollycarpus itu diambil dalam rapat musyawarah majelis hakim yang terdiri atas hakim ketua, Iskandar Kamil dan hakim anggota, Atja Sondjaya serta Artidjo Alkostar.

Baca Juga: Siap Bertolak ke Uni Emirat Arab, Pemain dan Staf Timnas U-16 Jalani Tes Swab Covid-19

Hakim Artidjo Alkostar memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam (PK) itu.

Dalam rapat musyawarah itu, Artidjo menyatakan dakwaan pertama terbukti dan semestinya Pollycarpus dijatuhi hukuman seumur hidup, sesuai dengan tuntutan JPU.

Ia menyatakan setuju dengan pertimbangan hukum PN Jakarta Pusat yang menggunakan metode aposteriori, yaitu dari suatu akibat, dicari petunjuknya untuk menemukan sebabnya.

Ada sejumlah bukti yang saling menguatkan posisi Pollycarpus sebagai pembunuh Munir.

Pada 25 Januari 2008 pukul 23:00 WIB tim dari kejaksaan menjemput Pollycarpus dirumahnya.

Penjemputan ini merupakan lanjutan dari putusan MA yang menerima PK dari tim pengacara Munir.

Baca Juga: Polda Metro Jaya Imbau Personel Pengamanan Aksi Unjuk Rasa Tes Covid 19

Dalam putusan itu, MA memvonis Pollycarpus 20 tahun penjara karena terbukti secara menyakinkan melakukan pembunuhan terhadap Munir.

Belakangan Pollycarpus mengajukan PK atas PK tersebut. MA pun mengabulkan PK Pollycarpus dan memotong hukumannya menjadi 14 tahun penjara.

Pada tahun 2014, Pollycarpus dibebaskan. Ia mendapat pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM setelah mendapat sejumlah potongan hukuman.

Kemudian pada tahun 2018, Pollycarpus bebas murni.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah