Dituduh Aniaya 4 Orang karena Halusinasi, RI Berhasil Bebaskan WNI di Malaysia dari Hukuman Mati

- 29 Oktober 2020, 16:40 WIB
WNI asal Bima, NTB yang dibebaskan dari hukuman mati di Malaysia dan pulang ke Indonesia pada Senin, 26 Oktober 2020./ Kemlu.go.id
WNI asal Bima, NTB yang dibebaskan dari hukuman mati di Malaysia dan pulang ke Indonesia pada Senin, 26 Oktober 2020./ Kemlu.go.id /

PR DEPOK - Seorang WNI dari Bima, Nusa Tenggara Barat, Sukardin bin Said akhirnya dibebaskan dari hukuman mati di Malaysia dan pulang ke Indonesia pada Senin, 26 Oktober 2020.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Kemlu.go.id Kamis, 29 Oktober 2020, WNI tersebut merupakan terpidana hukuman mati karena kasus pembunuhan pada tahun 2010.

Dirinya diketahui menderita sakit kejiwaan hingga harus menjadi tahanan di Hospital Sentosa sampai masa pembebasannya.

Baca Juga: Sukses Taklukan Juventus di Turin, Ronald Koeman: Permainan Terbaik Barcelona Sepanjang Musim Ini

Indonesia melalui KJRI Kuching telah mengajukan permohonan pengampunan kepada TYT (Sultan Sarawak) terakhir pada 15 Oktober 2019 dan akhirnya mendapatkan pengampunan dari TYT pada 9 September 2020.

Kemudian, pada 19 Oktober yang bersangkutan menghirup udara kebebasan dan dijemput tim KJRI Kuching untuk selanjutnya tinggal di rumah perlindungan KJRI Kuching sambil menunggu penyelesaian dokumen administrasinya sebelum kepulangan melalui Tebedu-Entikong.

KJRI Kuching kemudian membantu pemulangan yang bersangkutan bersama repatriasi 3 orang WNI kondisi khusus dengan 2 orang anak ke Indonesia melalui perbatasan Tebedu-Entikong.

Baca Juga: Libur Panjang, Kemendagri Optimalkan Pembuatan e-KTP Jelang Pilkada 2020

Di zona netral PLBN Entikong Konjen RI Kuching mengantarkan langsung para WNI kepada kepala UPT BP2MI Pontianak, Kalbar Erwin Rachmat untuk selanjutnya akan dibantu pemulangan ke daerah asalnya di Bima, NTB.

Sebelumnya diketahui, dampak dari gangguan jiwa itu, Sukardin melakukan penganiayaan terhadap empat warga Indonesia lainnya, dua laki dan dua perempuan, di perkebunan kelapa sawit Mukah, Sarawak, 9 September 2010.

Satu dari tiga korban penganiayaan Supardin, meninggal dunia.

Baca Juga: Diputuskan secara Aklamasi, Kompetisi Liga 1, 2, dan 3 Resmi Ditunda hingga Awal Tahun 2021

Pada 14 September 2010 dia ditangkap, kemudian oleh Mahkamah Tinggi Sibu, Sarawak, dijatuhi vonis hukuman mati karena menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Namun, pada tanggal 6 Juli 2012, vonis terhadap Sukardin diturunkan menjadi ditahan di Rumah Sakit Jiwa Sentosa hingga mendapat pengampunan untuk dibebaskan.

Kemudian, oleh Mahkamah Persekutuan setempat pada tanggal 20 September 2016, vonis tersebut diperkuat.

Baca Juga: Cegah Klaster Baru Saat Long Weekend, Anies Baswedan Ingatkan Masyarakat Disiplin Protokol Kesehatan

Supardin masuk rumah sakit jiwa di RSJ Sentosa mulai 28 September 2010 sampai 19 Oktober 2020 dan didiagnosa mengidap Schizopherenia.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA, Konjen RI di Kuching Yonny Tri Prayitno mengatakan, bahwa penyakit tersebut adalah gangguan jiwa yang serius, atau orang menafsirkan kenyataan secara tidak normal.

Selain itu, dapat menimbulkan beberapa kombinasi halusinasi, delusi, dan pemikiran serta perilaku yang sangat tidak teratur dan mengganggu fungsi sehari-hari, dan juga dapat melumpuhkan.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: KEMENLU ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x