Oleh karena itu, Mu’ti memaparkan empat hal yang setidaknya harus diatur dalam RUU Minol yang tengah dibahas oleh Baleg DPR ini.
Keempat hal tersebut adalah ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan, kriteria batas usia minmal yang boleh mengkonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal, serta tata niaga atau distribusi yang terbatas.
Baca Juga: Tanggapi Polemik RUU Minol, Muhammadiyah: Bukan Usaha Islamisasi
Senada dengan dukungan yang diberikan Muhammadiyah, Wasekjen MUI, KH Rofiqul Umam Ahmad, mendesak agar regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.
Rofiq mengatakan bahwa minuman beralkohol merupakan pemicu dari kejahatan.
"Orang kalau sudah minum-minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saja yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan," ujarnya.
Baca Juga: Tak Segencar Sebelumnya dalam Tindak Tegas Kerumunan, Pemerintah Dinilai Telah Abai Tangani Covid-19
Tak hanya itu, Rofiq juga menilai RUU Minol tidak hanya akan menguntungkan islam, karena nantinya ada pengecualian penyesuaian untuk setiap agama dan kepercayaan.
Menurutnya, inti dari RUU Minol itu adalah mengawasi peredaran minol agar tidak merugikan banyak orang.
Rofiq pun menuturkan, pihak MUI telah membahas dan merancang materi yang mendalam terkait minuman beralkohol sejak 2017 lalu.