TB Muhammad Zainul Majdi Sebut Politisasi Agama untuk Raih Kekuasaan Berdampak Buruk

- 20 November 2020, 06:25 WIB
TGB Muhammad Zainul Majdi.*
TGB Muhammad Zainul Majdi.* /Instagram/@tuangurubajang./

PR DEPOK – Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia, TGB Muhammad Zainul Majdi mengatakan bahwa terdapat sisi buruk dari politisasi agama.

Menurutnya, dengan melakukan politisasi agama untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya.

“Menurut saya, politisasi agama adalah bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati kemudian memenangkan kelompoknya,” ujar Zainul, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Berdasarkan Hasil Analisis, Rekan Sebut Kebijakan Pemprov DKI Sudah Sesuai dengan Pemerintah Pusat

Ia menambahkan bahwa penggunaan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai adalah tidak baik.

“Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati,” ucapnya dalam webinar Moya Institute bertema “Gaduh Politisasi Agama”.

Ia sendiri memaknai politisasi agama sebagai pemanfaatan agama semata untuk mendapatkan kekuasaan atau dijadikan instrumen untuk mendapatkan hasil politik.

Baca Juga: Noda Air di Tembok Mirip Bunda Maria, Warga Kolombia Sembah dan Minta Dilindungi dari Covid-19

Akan tetapi, ia menyebutkan bahwa politisasi agama juga bisa baik kalau nilai-nilai mulia agama menjadi prinsip dalam berpolitik, sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.

“Maka politik menjadi hidup dan bagus karena ada nilai agama,” kata Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) tersebut.

Melihat kejadian akhir-akhir ini, Zainul menilai ada kelompok tertentu yang mempolitisasi agama dengan tujuan politik, murni untuk mencapai kekuasaan.

Baca Juga: Meski Vaksin Telah Tersedia, WHO Sebut Pandemi Covid-19 Tidak Akan Langsung Hilang

“Kita perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah,” tuturnya.

Intelektual Muhammadiyah yang juga selaku Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni menuturkan apa yang dilakukan Rizieq Shihab merupakan bagian dari politisasi agama.

“Kalau Rizieq mungkin mengatakan bukan (politisasi agama). Tapi kalau kita mengatakan iya,” ujar Imam.

Baca Juga: Nilai Pencopotan Jabatan Harus secara Komprehensif, Ridwan Kamil Akan Bahas Intruksi Tito Karnavian

Masih dalam forum yang sama, intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU), Muhammad Cholil Nafis menyatakan apa yang terjadi akhir-akhir ini bukan karena kegagalan NU dan Muhammadiyah dalam membimbing umat.

Akan tetapi, ia berpendapat isu yang terjadi belakangan lebih pada kegagalan orang yang ingin membawa isu liberal.

“Liberal ini melahirkan radikalisme. Yang kita hadapi ini buah dari proses liberalisasi. Jadi, jangan sampai kita menepi menjadi radikalisme. Bagaimana memasyarakatkan moderasi Islam agar orang tidak menepi ke kanan dan ke kiri,” ujarnya.

Baca Juga: Terus Dalami Kasus Kerumunan Massa di Acara Habib Rizieq, PMJ Kini Kumpulkan CCTV di Petamburan

Sementara itu, Direktur Moya Institute, Hery Sucipto menekankan bahwa negara harus hadir dan tegas melindungi segenap warganya, termasuk menindak tegas kelompok yang memanfaatkan agama untuk kepentingan provokasi.

Ia berpandangan bahwa munculnya konservatisme dan militansi juga akibat adanya pembiaran terhadap kelompok intoleran yang dibungkus dakwah provokatif.

Padahal, dakwah itu harus santun, tidak boleh mencaci, dan melukai pihak lain.

Baca Juga: Hari Toilet Sedunia, LIPI Sebut Sanitasi di Masyarakat Menjadi Persoalan Serius

“Selain itu, kerumunan massa yang dibungkus kegiatan keagamaan beberapa hari lalu tidak boleh terulang lagi karena berbahaya bagi penanganan Covid-19,” kata Hery.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah