Protes Sistem Pendidikan yang Dinilai Kaku, Pelajar dan Mahasiswa Hormat Tiga Jari Ala Hunger Games

- 25 September 2020, 12:37 WIB
Seorang pelajar Thiland terlihat mengenakan topeng kala pembelajaran berlangsung
Seorang pelajar Thiland terlihat mengenakan topeng kala pembelajaran berlangsung /JORGE SILVA/REUTERS

PR DEPOK - Pelajar di negara Gajah Putih Thailand dilaporkan mengenakan pita putih, mencukur rambut di depan umum, dan memberi hormat tiga jari serupa Hunger Games.

Diketahui para siswa sekolah menengah Thailand tersebut telah melakukan yang terbaik untuk mengguncang sistem pendidikan negara itu yang dinilai kaku.

Sementara itu, saat para mahasiswa menggelar aksi protes selama berminggu-minggu untuk menuntut demokrasi, sedangkan adik-adik mereka melancarkan pemberontakan tersendiri.

Baca Juga: Masih Masuk Zona Oranye, 4 Kecamatan dan 51 Kelurahan Kota Bandung Tanpa Kasus Positif Covid-19

Salah satu pelajar bernama Peka Loetparisanyu mengutarakan pepatah yakni 'kediktatoran pertama kami adalah sekolah'.

"Ada pepatah viral bahwa 'kediktatoran pertama kami adalah sekolah'," kata Peka Loetparisanyu seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Reuters.

Remaja yang berusia 17 tahun tersebut juga mengatakan bahwa pihaknya hanyalah segelintir orang kecil dalam kungkungan masyarakat otoriter.

Baca Juga: Usai Salurkan BSU, BPJS Ketenagakerjaan Berikan Diskon Iuran hingga 99 Persen

"Mereka mencoba menanamkan dalam diri kami bahwa kami hanyalah orang kecil dalam masyarakat otoriter," ucap Loetparisanyu.

Ia pun menjelaskan maksud dari perkataannya tersebut yang berarti banyak haknya yang telah dilanggar.

Diketahui para siswa tersebut menggelar gerakan yang menyapu sekolah-sekolah menengah Thailand dan gerakan tersebut dijuluki Siswa Buruk oleh para pemimpinnya.

Baca Juga: Hindari Lonjakan Covid-19, Tiongkok Luncurkan Program Vaksinasi Massal Akhir September

Untuk diketahui seorang aktivis mahasiswa bernama Netiwit Chotiphatphaisal menulis pengalamannya selama di sekolah menengah, buku tersebut ia beri judul Siswa yang Buruk dalam Sistem Pendidikan yang Sangat Baik.

Lebih lanjut, selain mendukung tujuan yang lebih luas dari protes anti-pemerintah, gerakan yang dilakukan oleh pelajar sekolah menengah tersebut ditargetkan untuk mendapatkan ekspresi diri bagi siswa melalui penghapusan peraturan yang mereka anggap kuno.

Selain itu, sistem pendidikan Thailand dinilai masih mengusung Tradisional, dimana lagu kebangsaan dimainkan pada upacara pagi, peraturan seragam, deportasi ketat dan siswa bahkan diharapkan tidak mempertanyakan otoritas yang berlaku.

Baca Juga: Hadapi Kuartal Keempat Akhir Tahun, Zilingo Beri 5 Saran Bagi Pebisnis

Diketahui seorang kritikus menilai bahwa sistem sekolah yang diterapkan di negaranya lebih ditujukan untuk kepatuhan daripada pendidikan.

Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa Thailand diketahui jauh di belakang Singapura dengan performa terbaik dan juga tertinggal dari negara tetangga Malaysia dalam membaca, matematika, dan sains.

Kaum konservatif negara tersebut bahkan dikabarkan sangat marah ketika beberapa siswa mengenakan pita putih dan memberikan penghormatan tiga jari Hunger Games selama melantunkan lagu pagi untuk mendukung gerakan pro-demokrasi, serta salut telah menjadi simbol seruan untuk demokrasi sejak Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pertama kali mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014, dan pita putih merupakan perlambang dari kemurnian para siswa.

Baca Juga: Bentuk Efisiensi, Pemerintah Tetapkan Perpanjangan Masa Berlaku Paspor Jadi 10 Tahun

Diketahui Menteri Pendidikan Nataphol Teepsuwan pada awal tahun 2020 dikabarkan tunduk pada tuntutan para siswa yang menutut kelonggaran aturan yang mengatur panjang dan gaya rambut khusus untuk siswa laki-laki dan perempuan.

Namun demikian, Nataphol menilai bahwa diperlukan lebih banyak diskusi tentang seruan untuk menghapus seragam dan perubahan besar lainnya sesuai tuntutan.

"Saya tidak berpikir para siswa adalah lawan saya," ujarnya.

Baca Juga: Bertugas di TMMD Reguler Brebes, Serda Nurohim Motivasi Anak Membaca

Ia pun mengatakan bahwa dengan sikap yang telah ditunjukkan olehnya, ia berharap dapat memberi kesempatan bagi para siswa untuk menyiarakan isi hatinya.

"Saya merasa dengan mendengarkan mereka, saya memberi mereka kesempatan untuk menyuarakan keprihatinan mereka dengan aman," kata Menteri Pendidikan Thailand itu.

Sementara itu, salah seorang pelajar berusia 15 tahun bernama Benjamaporn Nivas menjadi salah satu wajah pertama dari gerakan Pelajar Buruk ketika dia duduk di tempat umum dengan tanda di lehernya yang mengundang orang yang lewat untuk memotong rambutnya sebagai hukuman simbolis karena melanggar aturan potong rambut.

Baca Juga: Ingin Terlihat Unik, Seorang Pria Pangkas Batang Hidungnya

Lebih lanjut pria berusia 15 tahun tersebut dinilai orang yag mampu mengarahkan pandangannya pada reformasi lebih lanjut.

Dikabarkan Benjamaporn Nivas menyuarakan bahwa sistem pendidikan di negaranya kadung ketinggalan zaman.

"Mereka harus mencabut semua aturan yang sudah ketinggalan zaman, bukan hanya itu," ujarnya.

Baca Juga: Masih Dipengaruhi Penurunan Stok di AS, Harga Minyak Dunia Lanjutkan Penguatannya

Lebih lanjut, pelajar Thailand tersebut juga mengatakan bahwa semua aturan tersebut tidak ada sedari dirinya serta kolega mengenyam bangku pendidikan karena menurutnya telah melanggar hak asasi manusia.

"Aturan itu seharusnya tidak ada sejak awal. Mereka melanggar hak asasi manusia kami," tuturnya.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x