Peneliti di China Kembangkan Kecerdasan Buatan yang Mampu Gantikan Peran Jaksa Tindak Pidana Umum

7 Januari 2022, 15:10 WIB
Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan. /Tara Winstead/Pexels

PR DEPOK - Peneliti asal China mengembangkan teknologi artificial intelligence atau kecerdasan buatan yang mampu mengidentifikasi kejahatan.

Teknologi kecerdasan buatan itu juga mampu mengajukan tuntutan terhadap pelaku tindak pidana umum.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari South China Morning Post, peneliti menjanjikan tingkat akurasi hingga 97 persen yang diperoleh berdasarkan deskripsi kejahatan yang disangkakan.

Baca Juga: Trio Timnas Besutan Shin Tae-yong Kembali Perkuat Arema FC Jelang Lawan Bhayangkara FC

Teknologi tersebut digadang-gadang bisa menggantikan profesi jaksa meski hanya sampai batas tertentu.

Profesor Shi Yong dari Akademisi Ilmu Pengetahuan China mengklaim teknologi kecerdasan buatan timnya mampu mengajukan tuduhan berdasarkan deskripsi verbal tentang situasi yang terjadi.

Demi bisa menciptakan kecerdasan buatan yang luar biasa itu, para peneliti sudah menghabiskan waktu selama lima tahun.

Baca Juga: Sayangkan Sikap Doddy Sudrajat yang Permasalahkan Donasi, Sunan Kalijaga: Malah Makin Panjang, Jadi Tidak Baik

Mulai tahun 2015 hingga 2020, peneliti melatih alat itu menggunakan lebih dari 17.000 tindak pidana yang berbeda.

Teknologi itu dibekali kemampuan untuk mengenali dan mencurigai kasus dengan 1.000 ciri yang berbeda berdasarkan dokumentasi kasus yang dijelaskan manusia.

Beberapa jenis tindak pidana umum yang bisa dituntut oleh robot tersebut antara lain kasus penipuan, pencurian, berkendara hingga membahayakan keselamatan orang lain, menghalangi jalannya penyidikan, judi ilegal, dan lainnya.

Baca Juga: Heboh Artis Positif Covid-19 usai Pulang Liburan dari Turki, Sindiran Deddy Corbuzier: Mantap Gelombang 3

Meski kemampuannya tampak mengesankan, kehadiran teknologi kecerdasan buatan itu tampaknya memicu perdebatan para ahli dan masyarakat umum.

Para ahli kemudian mempertanyakan pihak yang harus bertanggung jawab saat kecerdasan buatan itu melakukan kesalahan.

Meski tingkat akurasinya terbilang tinggi mencapai 97 persen, tetapi risiko melakukan kesalahan tetap tidak bisa dihindari.

Baca Juga: Andrew Garfield Ungkap Ketertarikannya untuk Kembali Perankan Karakter Spider-Man

"Siapa yang akan bertanggung jawab ketika (kesalahan) itu terjadi? Jaksa, mesin, atau perancang algoritma,?" ujar seorang pengacara yang tidak ingin disebutkan namanya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: South China Morning Post

Tags

Terkini

Terpopuler