Penelitian: Bakteri Usus Diklaim Berperan dalam Tingkat Kematian Covid-19 yang Rendah di Jepang

19 Januari 2022, 12:15 WIB
Bakteri usus diprediksi memicu kematian yang rendah akibat Covid-19 di Jepang. /Pixabay/Alexandra_Koch

PR DEPOK - Sebuah penelitian di Jepang, melihat banyaknya bakteri usus tertentu diketahui telah menekan pengikatan Covid-19 ke reseptor sel manusia.

Menurut penelitian yang dipimpin oleh tim peneliti Universitas Nagoya, Jepang, bakteri usus tersebut kemungkinan berperan dalam tingkat kematian Covid-19 yang rendah di Asia dan Eropa Utara.

Banyak ilmuwan berspekulasi mungkin ada faktor X terkait rendahnya tingkat kematian akibat Covid-19 di Asia, termasuk Jepang, dan beberapa negara di Eropa Utara seperti Finlandia.

Baca Juga: 4 Pertanyaan Ini Perlu Anda Hindari Saat Memulai Hubungan Baru

Untuk menjelaskan faktor misterius apa yang mungkin berada di balik rendahnya tingkat kematian di beberapa negara, para ilmuwan Universitas Nagoya menganalisis data pengurutan mentah mikroorganisme usus pada 953 subjek sehat di 10 negara dari database publik.

Tim menganalisis hubungan antara komposisi bakteri usus dan tingkat kematian Covid-19, menerapkan model pembelajaran mesin canggih pada Februari 2021, ketika vaksin belum tersedia secara umum.

Ini menganalisis 30 bakteri usus penting dan menemukan bahwa memiliki jumlah terendah yang disebut collinsella adalah faktor prediktif tertinggi di balik tingkat kematian Covid-19 yang tinggi, dengan signifikansi statistik yang sangat tinggi.

Baca Juga: 4 Hal yang Pantang Ditanyakan Wanita kepada Pacar Baru, Salah Satunya Soal Gaji

 

Para ilmuwan kemudian mengkategorikan data ke dalam lima jenis ekosistem bakteriologis usus, yang disebut enterotipe, berdasarkan kesamaan komposisi mikro-organisme mereka.

Mereka membandingkannya dengan tingkat kematian dari 10 negara dan menemukan bahwa tingkat collinsella berkorelasi negatif dengan kematian.

Di mana tingkat kematian Covid-19 rendah, seperti di Korea Selatan, Jepang dan Finlandia, enterotipe dengan jumlah collinsella tertinggi dominan, terhitung 34% hingga 61% dari total, kata studi tersebut.

Baca Juga: Cara Daftar Bansos Rp3 Juta Online 2022 Lewat HP di Aplikasi Cek Bansos

Di Belgia, Inggris, Italia, dan Amerika Serikat, di mana tingkat kematiannya tinggi, enterotipe dengan dua tingkat terendah collinsella yang dominan, dan hanya 4% sampai 18% dari subyek memiliki enterotipe dengan jumlah terbesar.

“Saya tidak mengatakan bahwa bakteri usus saja dapat menyembuhkan Covid-19,” kata pemimpin peneliti studi tersebut, Masaaki Hirayama, seorang profesor di Sekolah Pascasarjana Kedokteran universitas tersebut.

Ia kemudian menjelaskan jika tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah mereka bisa membuat terobosan dalam pengobatan, jika mereka bisa menemukan setidakan satu hal yang berhubungan dengan faktor X.

Baca Juga: Letusan Gunung Berapi di Tonga Sebabkan 3 Orang Tewas hingga Tsunami Setinggi 15 Meter

Hirayama mengatakan bahwa collinsella mengubah asam empedu usus menjadi asam ursodeoxycholic, yang telah diketahui menekan pengikatan virus corona ke reseptornya dan menghambat respons imun yang berpotensi mematikan yang disebut badai sitokin.

Beragam faktor, seperti usia dan stres, dapat memengaruhi mikroorganisme usus, tetapi enterotipe diperkirakan dipengaruhi oleh asupan makanan dan tidak terkait kuat dengan ras atau jenis kelamin, kata peneliti Universitas Nagoya.

Hirayama mengatakan masih belum jelas apakah tingkat kematian lebih tinggi untuk individu yang divaksinasi yang tingkat collinsellanya lebih rendah.

Baca Juga: Brentford vs Manchester United di Liga Inggris: Jadwal, Prediksi Susunan Pemain, dan Link Live Streaming

Namun berdasarkan hasil penelitian, ia sudah mulai melakukan penelitian bersama dengan dokter penyakit pernapasan sebelumnya.

Penelitian bersama itu dilakukan untuk melihat apakah zat yang dihasilkan oleh bakteri usus ini berperan dalam beberapa pasien menjadi sakit parah sementara yang lain tidak.

“Kasus penyakit yang serius telah menurun dengan cepat karena vaksinasi, jadi saya rasa kita tidak perlu terlalu khawatir tentang tingkat collinsella yang rendah pada beberapa orang Jepang. Faktanya, kebanyakan orang Jepang dan Asia lainnya memiliki tingkat bifidobacteria dan collinsella yang tinggi," pungkasnya.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Japan Times

Tags

Terkini

Terpopuler