Rusia Kembali Desak AS dan NATO untuk Berhenti Memasok Senjata ke Ukraina: Jika Ingin Menyelesaikan Krisis

1 Mei 2022, 08:15 WIB
Rusia menyebut bahwa AS dan NATO tidak memasok senjata ke Ukraina, jika semua pihak ingin menyelesaikan konflik. /Gleb Garanich/Reuters

PR DEPOK – Menteri luar negeri Rusia kembali mendesak Amerika Serikat (AS) dan NATO untuk berhenti memasok senjata ke Ukraina.

Menurut media emerintah China, Menlu Rusia itu menyebut AS dan NATO harus berhenti memasok senjata ke Ukraina jika mereka benar-benar tertarik untuk menyelesaikan krisis.

“Jika AS dan NATO benar-benar tertarik untuk menyelesaikan krisis Ukraina, maka pertama-tama, mereka harus berhenti memasok senjata dan amunisi kepada rezim Kyiv,” kata Sergey Lavrov dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi China Xinhua, dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Al Jazeera.

AS dan beberapa negara Eropa telah memasok senjata bernilai miliaran dolar ke Ukraina dalam perangnya melawan agresi Rusia.

Baca Juga: BPNT Kartu Sembako 2022 Cair Mei Ini, Segera Akses cekbansos.kemensos.go.id untuk Dapatkan BLT Rp2,4 Juta

Moskow telah berulang kali memperingatkan Washington agar tidak melanjutkan bantuan militernya ke Kyiv, menuduh AS menuangkan minyak ke api perang.

Kremlin sebelumnya menyebut pengiriman senjata Barat ke Ukraina sebagai ancaman bagi keamanan Eropa.

Beberapa bulan setelah invasi yang gagal dalam tujuan jangka pendeknya untuk merebut Kyiv, Moskow sekarang mengintensifkan operasi di wilayah Donbas timur Ukraina.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Depok 1 Mei 2022: Siap-siap Hujan Turun Mulai Siang hingga Malam, Waspadai Potensi Petir

Tetapi Lavrov mengatakan kepada kantor berita resmi China Xinhua bahwa operasi militer khusus berjalan sesuai rencana.

China telah menghindar dalam mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan membela persahabatan yang kuat dengan Moskow, dan media pemerintah sering menggemakan garis perang Rusia.

Rusia mengatakan sanksi Barat dan pengiriman senjata ke Ukraina menghambat negosiasi damai. Lavrov mengatakan pembicaraan terus berlanjut, tetapi kemajuan itu sulit.

Baca Juga: Kenali Apa Itu Penyakit Paru-Paru, Gangguan Kesehatan yang Diderita Mino Raiola Sebelum Meninggal Dunia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan kepada wartawan Polandia bahwa kemungkinan pembicaraan tinggi untuk mengakhiri konflik dapat berakhir tanpa kesepakatan apa pun.

Barat telah memberlakukan sanksi luas yang sebagian besar memotong sektor keuangan Rusia dari ekonomi global.

Ratusan perusahaan multinasional juga telah keluar dari Rusia setelah perang yang merupakan pukulan bagi ekonominya.

Baca Juga: Tata Cara Salat Idul Fitri 2022, Lengkap dengan Bacaan Niat sebagai Makmum dan Imam

Negara-negara Eropa telah berjanji untuk mengurangi ketergantungan pada gas Rusia untuk menghilangkan pendapatan Moskow.

Dalam wawancaranya dengan Xinhua, Lavrov mengatakan bahwa Rusia dapat memperlengkapi kembali ekonominya untuk menjaga dari potensi permusuhan yang melanggar hukum.

Dia menambahkan bahwa negara yang terkena sanksi akan fokus untuk menjauh dari dolar AS dan kurang bersandar pada impor, sambil meningkatkan kemandirian teknologinya.

Baca Juga: Jadwal Imsak dan Buka Puasa 1 Mei 2022 atau 29 Ramadhan 1443 H untuk DKI Jakarta

Moskow telah menerapkan kebijakan de-dolarisasi selama beberapa tahun, meminta mitra seperti China dan India untuk melakukan pembayaran dalam mata uang lain.

Sementara itu, jaksa Ukraina mengatakan mereka telah menunjuk lebih dari 8.000 kejahatan perang dan sedang menyelidiki 10 tentara Rusia atas dugaan kekejaman di Bucha, di mana puluhan mayat dengan pakaian sipil ditemukan setelah mundurnya Moskow.

Moskow membantah klaim tersebut.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler