Awal Mula Pandemic Superbugs di India, Bakteri Luar Biasa Hebat yang Tidak Mempan Antibiotik

13 Oktober 2022, 14:50 WIB
Ilustasi - Simak penjelasan terkait pandemic superbugs di India. /Pixabay

PR DEPOK – Kabar mengkhawatirkan datang dari India baru-baru ini yakni pandemic of antibiotics-resistant superbugs.

Pandemic superbugs adalah bakteri luar biasa hebat yang tidak mempan terhadap antibiotik.

Lantas bagaimana awal mula terjadi atau munculnya pandemic superbugs di India ini? berikut penjelasan dari Profesor dr. Zubairi Djoerban dilansir dari akun Twitter pribadinya.

Baca Juga: Pengacara Rizky Billar Sebut Lesti Kejora Berencana Temui Kliennya Setiba di Jakarta, Singgung Soal Mediasi

Ceritanya dimulai dari India sebelah barat. Di sana terjadi infeksi di sebuah rumah sakit di Maharashtra dan para dokter berjibaku dengan ruam infeksi superbug yang kebal antibiotik," kata pakar kesehatan IDI, Prof Zubairi Djoerban.

"Bahkan di Kolkata, 6 dari 10 pasien yang dirawat di ICU sudah tidak mempan antibiotik,” katanya lagi dikutip PikiranRakyat-Depok.com.

Zubairi mengatakan, kumannya bermacam-macam, ada yang disebut Staphylococcus aureus dan Acinetobacter baumannii--, di mana keduanya ini menyebabkan pneumonia.

Baca Juga: Pelatih Timnas Akan Mengundurkan Diri Jika Ketua Umum PSSI Diminta Mundur, Shin Tae-yong: Kita Satu Tim

"Efeknya terhadap pasien ya harus dipasang ventilator dan berisiko meninggal," Katanya.

Selain kedua kuman tersebut, katanya bisa juga disebabkan kuman bernama e.coli (Escherichia coli) maupun Klebsiella pneumoniae, kuman ini juga menyebabkan orang harus dipasang ventilator.

Beberapa kasus yang terjadi di negara India ini, didapati juga bahwa ada sebuah resistan terhadap antibiotik yang kuat dan baru yakni bernama Carbapenem.

Baca Juga: Buka kemnaker.go.id untuk Cek Status Penyaluran BSU Tahap 5, Bakal Cair ke Pekerja yang Dapat Notifikasi Ini

Data menunjukkan kalau setahun terakhir sudah terjadi kenaikan 10 persen yang resisten dan kata Zubairi ini merupakan masalah yang sangat berat di dunia, khususnya di India.

Beratnya bagaimana? Sebut saja di Kolkata. Tadinya semua orang yang terinfeksi di sana, 65 persennya berhasil diatasi dengan antibiotik lini 1. Nah, sekarang turun. Yang berhasil diobati dengan antibiotik lini 1 itu cuma 43 persen. Jadi ini masalah serius,” sebutnya.

Zubairi melanjutkan, resistan terhadap antibiotik ini sebetulnya bisa dikatakan termasuk masalah natural. Artinya bakteri prinsipnya adalah ingin tetap bertahan hidup, sehingga akan membuat dirinya menjadi resistan terhadap antibiotic.

Baca Juga: Sempat Ditunda, Pemeriksaan Rizky Billar Dilanjutkan Hari Ini, Hotma Sitompul: Dia Letih Sekali

Kendati begitu, ini akan menjadi masalah besar, ketika angka kejadiannya amat dipercepat oleh salah guna antibiotik.

Salah guna yang dimaksud adalah antibiotik yang digunakan tidak pada tempatnya. Misalnya infeksi virus, tapi diberi antibiotik," katanya.

Seperti pada awal pandemi Covid-19, banyak sekali pasien yang mendapat antibiotik bermacam-macam, katanya hal itu lah yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam resistansi kuman.

Baca Juga: BSU Tahap 5 Cair, Masukkan NIK KTP di bsu.bpjsketenagakerjaan.go.id untuk Cek Status Calon Penerima Rp600.000

Akibat resistan tersebut akan berdampak pada pasien dan menjadi lebih lama saat dirawat di rumah sakit.

Katanya, karena lama di rumah sakit, akibatnya biaya untuk pasien menjadi bertambah, dan hal tersebut berakibat pada angka kematian menjadi lebih tinggi.

Kata Zubairi, Dus, resistan terhadap antibiotik bisa terjadi di negara manapun, bisa di India, Amerika, Indonesia, dan ke siapa saja dan tidak tergantung usia, seperti contohnya di negara India.

Baca Juga: PIP Kemdikbud Cair ke Peserta Didik Ini, Cus Cek Nama Penerima Online di Link Berikut

Artinya dari bayi baru lahir sampai usia lanjut pun juga berisiko resistan terhadap antibiotik.

Lebih lanjutan dalam cuitannya, Zubairi Djoerban juga berpesan agar setiap kita harus mulai lebih hati-hati dalam memakai antibiotik.

"Kalau tidak ada indikasi dan resep dari dokter, ya jangan konsumsi, atau jangan juga melanjutkan resep antibiotik milik salah satu teman atau keluarga—karena merasa punya penyakit sama," tungkasnya.***

 

Editor: Dini Novianti Rahayu

Sumber: Twitter @ProfesorZubairi

Tags

Terkini

Terpopuler