8 Fraksi di DPR Ramai-Ramai Tolak Judicial Review Soal Pemilu Sistem Proporsional Tertutup

4 Januari 2023, 19:40 WIB
Ilustrasi pemilu - Sejumlah fraksi menolak Pemilu 2024 dengan wacana proporsional tertutup. /Dok. Kementerian Komunikasi dan Informatika

PR DEPOK –  Senin, 2 Januari 2023, akun Twitter Fraksi PKS DPR RI @FPKSDPRRI membagikan unggahan yang menuliskan, penolakan atas Pemilu proporsional tertutup.

Tolak sistem pemilu proporsional tertutup, HNW: Sistem pemilu terbuka sesuai konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya,” kata mereka.

Pada laman yang sama juga terpampang foto Hidayat Nur Wahid yang menyatakan bahwa dengan Pemilihan Umum yang telah dilaksanakan selama ini memberikan hak kepada rakyat untuk menentukan calon anggota legislatif secara langsung.

Pernyataan Fraksi PKS DPR RI ini merupakan respons dari Judicial Review, yang dilakukan oleh beberapa orang calon legislatif yang akan maju pada Pemilu legislatif 2024 nanti.

Baca Juga: Ada 24 Nama Partai Politik yang Lolos Pemilu Tahun 2024, Ini Urutannya

Para pemohon tersebut adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono, mendaftarkan gugatannya dengan Nomor 114/PPU-XX/2022.

Hal ini kemudian memunculkan polemik di masyarakat dan juga di gedung DPR RI Senayan, Jakarta.

Selain itu, beredar juga surat pernyataan sikap bersama beberapa Fraksi di DPR RI, yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, PAN, dan PPP.

Mereka menyatakan dukungan terhadap amar putusan MK Nomor 22-24/PUU-IV/2008 yang dikeluarkan pada 23 Desember 2008, terkait sistem pemilihan langsung dan terbuka orang-perorang dalam Pemilu.

Baca Juga: Usai Mediasi, KPU Akhirnya Putuskan Partai Ummat Lolos Pemilihan Umum Tahun 2024

Surat pernyataan bersama ini kemudian ditandatangani oleh Kahar Muzakir (Fraksi Partai Golkar), Ahmad Doli Kurnia Tandjung (Ketua Komisi II DPR RI), Robert Rouw (Ketua Fraksi Partai Nasdem), Saan Mustopa (Sekretaris Partai Nasdem), Cucun Ahmad Syamsurijal (Ketua Fraksi PKB), Yanuar Prihatin ( Wakil Ketua Komisi II), Edhie Baskoro Yudhoyono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Marwan Cik Asan (Sekretaris Fraksi Partai Demokrat), Jazuli Juwaini (Ketua Fraksi PKS), Saleh Partaonan Daulay (Ketua Fraksi PAN), Achmad Baidowi (Sekretaris Fraksi PPP), dan Syamsurizal (Wakil Ketua Komisi II).

Dalam surat itu, terdapat nama Ahmad Muzani (Ketua Fraksi Gerindra) dan Desmond J. Mahesa (Sekretaris Fraksi Gerindra), tetapi keduanya tidak membubuhkan tanda tangan pada surat pernyataan bersama tersebut.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sendiri dalam lamannya tertanggal 23 November 2022, menuliskan mengenai latar belakang gugatan dengan nomor 114/PPU-XX/2022 terkait uji materil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Baca Juga: Jadwal Lengkap Seleksi PPPK Kementerian Perindustrian 2022

Dalam gugatan tersebut, para pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.

Para pemohon beralasan bahwa, pasal-pasal tersebut melahirkan caleg-caleg pragmatis yang hanya bermodal popularitas, tanpa adanya ikatan ideologis serta tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi politik.

Sehingga saat terpilih, para anggota DPR/DPRD tersebut lebih condong untuk mewakili diri mereka sendiri. Sistem pemilihan terbuka ini kemudian melahirkan liberalisme atau persaingan bebas antar caleg.

Selain itu, biaya Pemilu dengan sistem terbuka ini akan sangat memakan biaya yang tidak sedikit, baik yang dikeluarkan oleh negara, dan juga oleh para caleg untuk bersaing memenangkan Pemilu.

Baca Juga: Usai Mediasi, KPU Akhirnya Putuskan Partai Ummat Lolos Pemilihan Umum Tahun 2024

Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari halaman publikasi MPR, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nurwahid lebih lanjut berkomentar mengenai penolakannya terhadap usulan kembali ke sistem proporsional tertutup dalam UU Pemilu.

Hidayat Nur Wahid (HNW) mengungkapkan sebaiknya Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohonan Judicial Review terkait UU Pemilu karena tidak konsisten dengan keputusan MK sebelumnya di tahun 2008.

Lebih lanjut, HNW menggambarkan bahwa jika sistem proporsional tertutup dilaksanakan pada Pemilu 2024 nanti, maka akan mendatangkan banyak kerugian bagi rakyat karena tidak dapat memilih calon-calonnya secara langsung.

Para pemilih hanya akan memilih partai saja tanpa mengetahui siapa calon-calon yang mewakili mereka nanti.

Padahal rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi, jika sistem menggunakan sistem proporsional tertutup, maka rakyat ibarat memilih kucing dalam karung.***

 
Editor: Rahmi Nurfajriani

Tags

Terkini

Terpopuler