Ahli Sebut Kombinasi Berbagai Faktor Sebabkan Gempa di Turki dan Suriah Mematikan

7 Februari 2023, 07:55 WIB
Para ahli buka suara terkait gempa yang terjadi di Turki dan Suriah, yang menurutnya kombinasi berbagai faktor jadi sangat mematikan. /Reuters/Sertac Kayar/

PR DEPOK – Para ahli menyebut bahwa kombinasi faktor membuat gempa kuat yang melanda Turki dan Suriah pada Senin pagi, 6 Januari waktu setempat, sangat mematikan, termasuk waktu, lokasi, garis patahan yang relatif tenang dan lemahnya konstruksi bangunan yang runtuh.

Lebih dari 2.300 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7,8 SR di dekat perbatasan Suriah Turki, dan jumlah korban diperkirakan akan bertambah karena gempa susulan terus terjadi sepanjang hari.

Gempa tersebut menyebabkan kehancuran yang terjadi sebagian karena kekuatannya, yang merupakan adalah gempa terkuat yang melanda Turki sejak 1939, dan karena melanda wilayah berpenduduk.

“Alasan lain adalah bahwa gempa itu terjadi pada pukul 4.17 pagi, yang berarti bahwa orang-orang yang sedang tidur berada di dalam ketika rumah mereka runtuh,” kata Roger Musson, peneliti kehormatan di British Geological Survey, yang dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Channel News Asia.

Baca Juga: Preview dan Link Nonton Bhayangkara FC vs Persikabo 1973 di BRI Liga 1

Selain itu, ia menambahkan bahwa konstruksi bangunan juga tidak benar-benar memadai untuk daerah yang rawan gempa besar, yang berada di wilayah tersebut.

Hal itu, menurutnya, sebagian mungkin disebabkan oleh fakta bahwa garis patahan tempat gempa terjadi baru-baru ini relatif tenang.

Turki berada di salah satu zona gempa paling aktif di dunia. Sebuah gempa di sepanjang garis patahan Anatolia Utara di wilayah Turki utara Duzce menewaskan lebih dari 17.000 orang pada tahun 1999.

Tapi gempa yang terjadi pada Senin kemarin di sisi lain negara itu, berada di sepanjang patahan Anatolia Timur. Sesar Anatolia Timur tidak memiliki gempa berkekuatan 7 selama lebih dari dua abad, yang bisa berarti orang mengabaikan betapa berbahayanya itu.

Baca Juga: Cek Nama Penerima Bansos Balita 2023 Online, Anak Usia 0-6 Tahun Bisa Dapat Rp3 Juta

“Karena sudah begitu lama sejak gempa besar terakhir, cukup banyak energi mungkin telah terkumpul,” ujar Musson menambahkan.

Kekuatan gempa susulan pada hari Senin kemarin, termasuk gempa berkekuatan 7,5 skala Richter, mendukung teori ini.

“Gempa bumi ini hampir mirip seperti gempa berkekuatan 7,4 yang terjadi di daerah yang sama pada 13 Agustus 1822,” kata Musson.

Saat itu, gempa tersebut menyebabkan kerusakan yang sangat besar, seluruh kota hancur, dan korban jiwa mencapai puluhan ribu orang. Gempa susulan dari gempa itu terus bergemuruh hingga Juni tahun berikutnya.

Baca Juga: Prakirakan Cuaca Depok Hari Ini Selasa, 7 Februari 2023: Berawan hingga Hujan Sedang

Sedangkan pusat gempa Senin kemarin berada di kedalaman yang relatif dangkal sekitar 17,9 km di dekat kota Gaziantep, Turki, yang merupakan rumah bagi sekitar dua juta orang. Itu disebabkan oleh lempeng tektonik Arab yang bergerak ke utara dan melewati.

"Karena tidak bisa bergerak mulus, menempel. Pelepasan gerakan di sepanjang patahan itulah yang menghasilkan gempa bumi besar seperti yang kita alami hari ini," tuturnya.

Musson menekankan bahwa episentrum gempa semacam itu kurang penting daripada seberapa jauh retakan itu meluas di sepanjang garis patahan, dalam hal ini, sekitar 100 km.

"Artinya, di mana saja dalam jarak 100 km sepanjang tren patahan secara efektif berada tepat di atas gempa," katanya.

Baca Juga: Persita Tangerang vs Persija Jakarta, Pendekar Cisadane Bakal Ganggu Mimpi Macan Kemayoran?

Carmen Solana, ahli vulkanologi di Universitas Portsmouth Inggris, mengatakan karena gempa bumi tidak dapat diprediksi, bangunan tahan gempa sangat penting di daerah yang terkena dampak.

"Infrastruktur yang bertahan sayangnya tidak merata di Turki Selatan dan khususnya Suriah, jadi menyelamatkan nyawa sekarang sebagian besar bergantung" pada upaya untuk menyelamatkan para penyintas,” tambahnya.

Menanggapi gempa bumi tahun 1999, pemerintah Turki mengesahkan undang-undang pada tahun 2004 yang mewajibkan semua konstruksi baru memenuhi standar tahan gempa modern.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadikan konstruksi yang kuat sebagai prioritas politik setelah gempa lain melanda pantai Aegean pada tahun 2020, menewaskan 114 orang.

Baca Juga: 10 Link Twibbon untuk Rayakan 1 Abad NU 2023, Cocok Dibagikan ke Media Sosial

Joanna Faure Walker, kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana Universitas College London, meminta Turki untuk memeriksa apakah undang-undang tersebut telah dipatuhi sehubungan dengan bencana terbaru.

Dia juga mendesak Turki untuk meninjau apakah ada kemungkinan untuk meningkatkan keamanan bangunan tua.

Bill McGuire, ahli vulkanologi di University College London, mengatakan bahwa di Suriah banyak bangunan yang telah dilemahkan selama lebih dari satu dekade perang.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler