Emmanuel Macron Sebut Tak Akan Menyerah, Menlu Iran: Muslim adalah Korban Utama Pemujaan Kebencian

28 Oktober 2020, 06:58 WIB
Presiden Prancis, Emmanuel Macron. /Instagram @emmanuelmacron/

PR DEPOK - Usai insiden pemenggalan guru di Prancis yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya membuat masyarakat cemas, Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyampaikan pernyataan kontroversial terkait islam dalam pidatonya.

Emmanuel Macron menyebutkan bahwa islam berada dalam krisis.

Dia juga mengatakan, soal kematian Samuel Paty, sebenarnya para islamis menginginkan masa depan Prancis.

Pernyataan tersebut tentu menuai banyak kecaman dari berbagai pihak, terutama para pemimpin muslim.

Baca Juga: Agama Islam Dihina, Faisal Basri Desak Pemerintah Indonesia Kecam Emmanuel Macron

Bahkan beberapa negara seperti Qatar, Kuwait, dan Turki sudah menyerukan aksi boikot produk dari Prancis.

Pernyataan Emmanuel Macron tersebut juga menimbulkan protes di beberapa negara mayoritas Muslim.

Di Suriah, orang-orang membakar foto Emmanuel Macron. Lalu, di Libya para demonstran membakar bendera Prancis.

Meski begitu, Emmanuel Macron tetap dengan pendiriannya untuk melawan separatisme islam dan mengaku tidak akan menyerah.

Baca Juga: UMP 2021 Tidak Naik, Arief Poyuono: Pertanda Ida Fauziyah tak Percaya Diri dengan Program Jokowi

"Kami tidak akan menyerah selamanya. Kami menghormati semua perbedaan yang bernapaskan kedamaian. Namun, kami tidak menerima pidato kebencian dan membela debat yang masuk akal," tulis Macron dalam unggahan di Twitter miliknya @EmmanuelMacron.

Menanggapi pernyataan tersebut, Iran lalu mengungkapkan bahwa sebenarnya muslim adalah korban utama.

"Muslim adalah korban utama dari 'pemujaan kebencian', dipelopori oleh rezim kolonial dan diekspor oleh klien mereka sendiri," kata Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif.

Tak hanya itu, Javad juga mengungkapkan bahwa tindakan Presiden Prancis tersebut adalah penyalahgunaan kebebasan berpendapat atau berbicara.

Baca Juga: Kecam Pernyataan Emmanuel Macron, PA 212 Siap Gelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Kantor Kedubes Prancis

"Menghina 1.9 miliar muslim dan kesucian mereka hanya karena kejahatan hina dari seorang ekstremis semacam itu adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara oportunistik. Itu hanya menyulut ekstremis," tulis Javad dalam akun Twitternya @Jzarif.

Saat seruan boikot produk Prancis sedang berlangsung di Qatar dan Kuwait. Para pemimpin Iran belum menyerukan hal tersebut.

Namun, menurut media Pemerintah Iran, beberapa pejabat dan politisi Iran dengan jelas mengutuk Macron karena islamofobia seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Al-Jazeera.

Ali Shamkhani selaku sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi di Iran mengungkapkan bahwa tindakan Emmanuel Macron tersebut adalah tindakan irasional yang menunjukkan kekasaran dalam politik.

Baca Juga: Kecam Pernyataan Emmanuel Macron, PA 212 Siap Gelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Kantor Kedubes Prancis

Shamkhani juga mengunggah komentar di Twitter yang menunjukkan bahwa Emmanuel Macron kurang memiliki pengalaman politik.

Menururnya, jika presiden itu memiliki pengalaman politik yang cukup, maka ia takkan berani menghina Islam.

Dia juga menyarankan agar Emmanuel Macron membaca lebih banyak sejarah dan tidak bergantung pada dukungan Amerika dan Israel.

Kemudian, Ketua Parlemen Mohammad-Bagher Ghalibaf mengecam 'permusuhan' bodoh Prancis dengan Nabi Muhammad.

Baca Juga: RESMI! Josep Maria Bartomeu Mengundurkan Diri dari Kursi Presiden Barcelona

Dia mengatakan bahwa cahaya takkan bisa dipadamkan dengan tindakan buta, sia-sia, dan anti-kemanusiaan.

Selain itu, dukungan Emmanuel Macron atas karya karikatur Nabi Muhammad yang dicetak ulang oleh majalah Charlie Hebdo juga dikecam oleh Iran.

Ali Akbar Velayati, selaku penasehat pemimpin tertinggi Iran untuk kebijakan luar negeri, menjelaskan bahwa karikatur tersebut seharusnya tidak dicetak ulang.

"Kita seharusnya melihat, majalah cabul yang menghina Nabi Muhammad dilarang dicetak"

Baca Juga: Usai Gus Nur Ditetapkan Tersangka, Bareskrim Polri Akan Periksa Refly Harun

"Namun penerapan standar ganda menimbulkan pemikiran sesat dan anti-agama ini juga memanifestasikan dirinya dalam sistem pendidikan negara," kata Ali.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler