Tuai Kecaman hingga Tim Redaksi Jadi Sasaran Penyerangan, Charlie Hebdo Akui Bangga Provokasi Islam

2 November 2020, 14:40 WIB
Majalah mingguan satir Prancis, Charlie Hebdo. /Instagram Charlie Hebdo Officiel

PR DEPOK - Meski telah menjadi sasaran bom, diancam, dibom dan diserang berkali-kali yang bahkan menewaskan belasan anggota staf, majalah mingguan satir Prancis Charlie Hebdo tidak akan berhenti untuk mengolok-olok hal-hal yang berkaitan dengan islam.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari AP News, Senin, 2 November 2020, banyak kritikus surat kabar di seluruh dunia mengatakan bahwa staf editorial Charlie Hebdo yang menyerang islam itu sendiri.

Oang-orang yang bekerja untuk Charlie Hebdo mengatakan bahwa mereka menyerukan intoleransi, penindasan, dan bentuk politik islam yang mengancam demokrasi.

Baca Juga: 334 Peserta dari 18.646 Pendaftar Dinyatakan Lulus CPNS Kemenperin, Cek Hasilnya di Sini!

Namun, dengan kebebasan berekspresi sebagai tujuan dari Charlie Hebdo, justru publikasi tersebut secara rutin telah mendorong batasan undang-undang ujaran kebencian Prancis dengan membuat karikatur seksual yang menyerang atau menyinggung hampir semua orang.

Keputusan Charlie Hebdo untuk menerbitkan kartun baru minggu lalu, yang mengolok-olok lawan-lawannya di dunia islam, lantaran di latarbelakangi oleh serangan penusukan pada Kamis di sebuah gereja di Nice, Prancis, yang menewaskan tiga orang.

Charlie Hebdo juga menampilkan kartun pemakaman seorang guru yang dipenggal, menunjukkan petugas yang membawa dua peti mati, satu untuk tubuh, dan satu untuk kepala.

Baca Juga: Kabar Baik, Jumlah Pasien Sembuh Covid-19 di RSD Wisma Atlet Capai 21.938 Orang

Tak hanya tentang islam, Charlie Hebdo juga pernah mencela para migran anak yang meninggal, korban virus, pecandu narkoba yang sekarat, para pemimpin dunia, neo-Nazi, paus, uskup, pemimpin Yahudi, tokoh agama, politik, dan hiburan lainnya.

Sejak persidangan dibuka bulan lalu atas serangan 2015 yang menewaskan 12 kartunisnya, surat kabar tersebut menghabiskan hampir setengah dari sampul mingguannya untuk mengejek ekstremisme islam.

“Kami membutuhkan tindakan yang kuat untuk menghentikan islamisme tetapi juga untuk mengutuk tindakan sekecil apapun, kata-kata yang tidak toleran atau penuh kebencian terhadap orang-orang Prancis dari latar belakang imigran,” tutur editor Charlie Hebdo, yang bernama Riss.

Baca Juga: Kartu Prakerja Gelombang 11 Resmi Dibuka, Berikut Syarat dan Panduan Pendaftaran Lengkapnya

“Karena Prancis tidak terbagi antara Muslim dan non-Muslim, antara beriman dan non-Muslim, antara orang-orang dengan akar Prancis dan orang-orang Prancis dari latar belakang imigran. Tidak, Prancis terbagi antara demokrat dan anti-demokrat," ujarnya.

Awalnya, Charlie Hebdo memicu kemarahan umat Muslim karena mencetak ulang karikatur Nabi Muhammad yang awalnya diterbitkan oleh majalah Denmark pada tahun 2005 dan diterbitkan ulang pada tahun berikutnya oleh Charlie Hebdo.

Lalu, kartun-kartun itu dipandang sebagai penghinaan dalam Islam, dan banyak muslim di seluruh dunia merasa terluka.

Baca Juga: Didesak Banyak Kelompok Muslim untuk Akhiri Retorika Memecah Belah, Macron Akui Akan Bela Negara

Namun Charlie Hebdo menanggapi itu dengan memberikan pernyataan sebagai kecaman kekerasan yang telah terjadi di Prancis.

Pada tahun 2011, kantor Charlie Hebdo dibom setelah menerbitkan edisi spoof yang mengundang nabi menjadi editor tamu. Karikaturnya ada di sampulnya.

Setahun kemudian, Charlie Hebdo menerbitkan lebih banyak gambar Nabi Muhammad di tengah keributan atas film anti muslim.

Baca Juga: Terus Dorong Pengembangan Kota, KemenPUPR: Jangan Lupakan Prinsip Layak Huni dan Ramah Lingkungan

Kartun-kartun itu menggambarkan Muhammad dalam keadaan telanjang dan dalam pose-pose yang merendahkan atau porno.

Pada Januari 2015, dua ekstremis al-Qaida kelahiran Prancis yang marah karena karikatur tersebut langsung menyerbu ruang redaksi dan menewaskan 12 orang, termasuk pemimpin redaksi dan beberapa kartunis.

Charlie Hebdo belum mundur. Pada hari persidangan serangan 2015 dibuka bulan lalu, mereka mencetak ulang karikatur nabi yang asli.

Baca Juga: Antisipasi Dua Aksi Demonstrasi, Tiga Rute TransJakarta Dimodifikasi, Berikut Rincian Selengkapnya

Beberapa minggu kemudiannya, seorang pemuda Pakistan menikam dua orang di luar bekas kantor Charlie Hebdo, lantaran kartun yang diterbitkan ulang.

Pada 16 Oktober, seorang pengungsi Chechnya memenggal kepala seorang guru di Paris yang telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad ke kelasnya, untuk debat tentang kebebasan berekspresi.

Sebagai tanggapan, Presiden Prancis, Emmanuel Macron dengan tegas membela kebebasan Charlie Hebdo untuk mencetak karikatur dan berbicara menentang islamisme, menarik protes dan seruan untuk boikot di seluruh dunia muslim, serta seruan untuk kekerasan terhadap Prancis dari beberapa suara ekstremis.

Baca Juga: Masih Ada Kesempatan hingga 6 November, Berikut Cara Mendaftar 3 Posisi Konten Kreatif di Kominfo

Sementara itu, Sonia Mejri, orang Prancis yang kecewa dengan komandan ISIS karena merekrut salah satu penyerang tahun 2015, bersaksi dari penjara selama persidangan.

Di akhir kesaksiannya, dia menyampaikan pesan kepada jurnalis Charlie Hebdo, termasuk orang-orang yang duduk di ruang sidang.

“Jangan berhenti. Ini penting. Itu benar-benar yang paling mereka benci," kata Mejri.

Baca Juga: Sempat Saling Bermanuver, KKP Pukul Mundur Kapal Ikan Asing Berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara

“Anda mewakili kebebasan. Apa yang mereka inginkan adalah menciptakan rasa tidak enak di masyarakat,” tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: AP News

Tags

Terkini

Terpopuler