Claire melukis potret dirinya dengan anjing barunya di lutut sebagai protes terhadap suaminya yang benci dengan anjing tersebut.
Namun, suami Claire, Arthur, justru membalas dengan melukis lututnya dengan potret dua perempuan paling menarik di kotanya.
Baca Juga: Apartemen Tamansari Dilalap Si Jago Merah, 92 Penghuni Berhasil Dievakuasi Sudin Gulkarmat Jaksel
Tidak sedikit kisah-kisah semacam itu di balik tren melukis lutut pada masa itu.
Hal ini menunjukkan, bahwa pada saat itu melukis lutut bukan sekadar tren fashion di kalangan perempuan, namun juga menjadi gerakan untuk menggambarkan “pemberontakan” dari kalangan perempuan.
Terdapat pula kisah-kisah para remaja yang kerap dipukul oleh orang tua mereka atau bahkan dikeluarkan dari sekolah karena mengikuti tren tersebut.
Fashion memang selalu menjadi cerminan semangat pada zamannya.
Meski tren melukis lutut kini telah dilupakan, tetapi hal itu menjadi tahap penting dalam catatan sejarah pergerakan emansipasi perempuan, tentang bagaimana cara mereka untuk menegaskan kemandirian, dan kebebasan untuk berekspresi.***