“Dari Land Cruiser dan Hilux mereka, Taliban siap melompat turun mengunci seorang pria dalam kontainer pengiriman selama tiga minggu sampai janggutnya tumbuh sesuai panjang yang disetujui," ilustrasi penggambaran kolom berita AS itu.
Sementara itu, pabrikan mobil yang berasal dari Jepang, yang berpusat di Toyota, Aichi telah lama bekerja untuk menjauhkan hubungannya dengan kelompok teror.
Toyota juga secara terbuka mendukung penyelidikan Departemen Keuangan AS tentang bagaimana kendaraan mereka jatuh ke tangan teroris.
Produsen penghasil mobil terbesar di dunia itu turut mengumumkan kebijakan baru tahun ini ketika mereka meluncurkan model 2022 dari Toyota Land Cruiser, model terpanjang bagi perusahaan.
Setelah mulai dijual di Jepang dengan harga sekitar Rp669,3 juta, Toyota mengumumkan bahwa siapa pun yang membelinya harus menandatangani kontrak yang berjanji untuk tidak menjual kembali kendaraan tersebut dalam waktu satu tahun.
"Land Cruiser dan Hilux sangat populer di luar negeri, dan kami prihatin dengan arus kendaraan dari Jepang ke luar negeri segera setelah dirilis," kata Toyota dalam sebuah pernyataan mengkonfirmasi tujuan dari klausul ini.
Menjual Toyota ke kelompok terlarang seperti pemerintah jahat atau kelompok teroris dapat mengundang hukuman hukum, menurut perusahaan itu.
"Ada risiko melanggar undang-undang valuta asing, dan tergantung pada tujuan ekspor, hal itu dapat menyebabkan masalah besar yang mengancam keamanan global," tutur Toyota.