“Jika saya tetap tinggal, saya akan menyaksikan pertumpahan darah di Kabul,” tuturnya menjelaskan.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa keputusan meninggalkan Afghanistan itu atas saran para pejabat pemerintah.
“Kabul tidak boleh diubah menjadi Yaman atau Suriah lain karena perebutan kekuasaan, jadi saya terpaksa pergi,” ucap Ashraf Ghani.
Keberadaan Presiden Afghanistan tidak diketahui hingga Rabu kemarin. Namun muncul spekulasi bahwa Ashraf Ghani melarikan diri ke Tajikistan hingga Uzbekistan.
Pada Rabu kemarin, UEA mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan kementerian bahwa negara Teluk itu menjamu Ghani dan keluarganya atas dasar kemanusiaan.***