Krisis Ekonomi Ekstrem di Lebanon, PBB Nyalakan Alarm dan Serukan Reformasi Kebijakan

- 2 Oktober 2021, 17:40 WIB
ILUSTRASI krisis ekonomi.*
ILUSTRASI krisis ekonomi.* /PIXABAY/
PR DEPOK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membunyikan alarm peringatan akan krisis ekonomi di Lebanon yang semakin meningkat.
 
PBB menyerukan pemerintah Lebanon untuk segera menerapkan reformasi ketika kemiskinan ekstrem dan kelaparan menimpa ribuan orang.
 
“Situasinya menjadi mimpi buruk, menyebabkan penderitaan dan kesusahan yang tak terkatakan bagi kelompok paling rentan,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Kediaman PBB untuk Lebanon Najat Rochdi.
 
 
PBB memperkirakan bahwa 78 persen penduduk Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar tiga juta orang, dengan 36 persen penduduk hidup dalam kemiskinan ekstrem.
 
Hampir seperempat dari populasi tidak dapat memenuhi "kebutuhan makanan" mereka pada akhir tahun lalu, kata PBB.
 
“Kelaparan telah menjadi hal yang nyata bagi ribuan orang Lebanon,” kata Rochdi.
 
“Hari ini, kami memperkirakan bahwa lebih dari satu juta orang Lebanon membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk makanan,” lanjutnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al Jazeera pada Sabtu, 2 Oktober 2021.
 
Komunitas internasional telah berulang kali mendesak Lebanon untuk mereformasi ekonominya, terutama dengan mengakhiri pengeluaran yang boros dan korupsi.
 
 
Selain itu, mereka meminta pemerintah Lebanon untuk merestrukturisasi sektor energinya yang tidak efektif dan menyerukan audit forensik bank sentral.
 
Diketahui, mata uang Lebanon (Pound Lebanon) telah kehilangan 90 persen nilainya terhadap dolar AS di tengah krisis ekonomi dua tahun terakhir.
 
Smenetara daya beli juga telah berkurang karena jutaan orang tidak dapat mengambil tabungan mereka di bank-bank.
 
Krisis bahan bakar turut melumpuhkan sebagian besar Lebanon selama beberapa bulan terakhir, menyebabkan pemadaman listrik skala besar dan melumpuhkan rumah sakit.
 
Obat-obatan telah hilang dari rak-rak apotek, termasuk perawatan kanker. Rakyat harus merogoh kocek lebih dalam untuk membelinya dengan harga yang mahal melalui pasar gelap.
 
 
"Ini bagaikan hukuman mati," keluh koordinator Kemanusiaan dan Kediaman PBB untuk Lebanon itu.
 
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati, yang pemerintahannya baru-baru ini dibentuk dalam 13 bulan, telah berjanji untuk menerapkan reformasi cepat.
 
Pemerintahannya tengah melanjutkan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program bailout dan membuka jalan bagi pemulihan ekonomi.
 
Namun Rochdi mengatakan nasib Lebanon terletak pada kemauan politik untuk membuat ekonominya menjadi layak kembali, dan bahwa intervensi kemanusiaan bukanlah solusi.
 
“Tindakan kemanusiaan pada dasarnya bersifat jangka pendek, sementara dan tidak berkelanjutan,” katanya.
 
 
“Ini tidak dimaksudkan untuk memecahkan akar penyebab dan pendorong krisis,” tambah Rochdi.
 
Menurut Rencana Tanggap Darurat PBB untuk Lebanon pada tahun depan, dibutuhkan Rp5,466 triliun dengan menargetkan 1,1 juta orang yang membutuhkan.
 
Program-programnya mencakup sejumlah isu, termasuk ketahanan pangan, pendidikan, perawatan kesehatan, sanitasi, dan perlindungan anak.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x