Bahkan waktu menulis pun dibatasi, yang ia akui bahwa pihak berwenang terkadang hanya memberikan waktu sepuluh menit per hari.
Maka dari itu, wanita muda ini terang-terangan menyebutkan bahwa pihak wewenang Israel memang berupaya membungkamnya.
Baca Juga: Dinas Kesehatan Bicarakan Soal Pemberian Layanan Pasca Pandemi Bersama Kemenkes dan Kemendagri
“Militer tidak ingin saya menulis, berbicara atau berbagi pemikiran saya. Mereka berusaha membungkam saya. Membungkam lawan politik adalah bagian kecil dari pola perilaku yang lebih keras membungkam perjuangan Palestina untuk hak asasi manusia di tepi Barat dan Gaza," kata Perets.
Tidak hanya itu, ia menjelaskan bahwa ia telah dituding sebagai pengkhianat atas pembelaannya terhadap Palestina.
Meski demikian, ia tetap pada pendirian untuk tidak bergabung dengan tentara Israel, lantaran tidak ingin menindas rakyat Palestina.
Baca Juga: Newcastle Incar Unai Emery dan Berencana Diresmikan Sebelum Akhir Pekan Ini
"Beberapa orang menyebut saya pengkhianat atau mengatakan saya tidak peduli dengan orang-orang saya. Saya memutuskan untuk tidak bergabung dengan tentara karena saya tidak ingin mengambil bagian dalam penindasan jutaan orang yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza," ujarnya.
Atas situasi yang dialami wanita muda tersebut, orang tuanya sempat memberikan tanggapan.
Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media, terungkap bahwa orang tuanya sepenuhnya mendukung keputusan wanita muda ini untuk menolak wajib militer Israel.