PR DEPOK - Peretas dari Korea Utara dilaporkan telah mencuri sekitar Rp5,87 triliun dalam cryptocurrency selama setahun pada 2021 lalu.
Perusahaan analisis Blockchain Chainalysis mengatakan kemungkinan bahwa Lazarus Group, unit kejahatan dunia maya yang disponsori negara Korea Utara, berada di belakang sebagian besar dari tujuh serangan digital tersebut.
Menurut laporan Chainalysis, selama 2021, Korea Utara menghasilkan 40 persen lebih banyak uang dari aktivitas peretasan jika dibandingkan tahun 2020.
"Begitu Korea Utara mendapatkan hak urus atas dana itu, maka mereka akan memulai proses pencucian dengan penuh hati-hati dan tertutup," ujar laporan itu sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari The Independent pada Sabtu, 15 Januari 2022.
Meskipun perusahaan tidak menyebutkan semua organisasi yang ditargetkan oleh Korea Utara, ditemukan bahwa mayoritas adalah perusahaan investasi dan bursa, termasuk platform perdagangan cryptocurrency Liquid.com.
Selain itu, para peneliti di Chainalysis juga menemukan Rp2,44 triliun dalam mata uang digital murni yang telah dicuri oleh para peretas dari 2017 hingga 2021.
Laporan tersebut menyebut bahwa Korea Utara mungkin menyimpan dana-dana ini untuk mengulur waktu ketika mencoba mengakali badan-badan hukum.
Sementara itu, PBB menuduh Korea Utara membelanjakan hasil retasan untuk program nuklir dan rudal balistiknya sebagai cara untuk menghindari sanksi. Korea Utara telah membantah terlibat dalam kegiatan peretasan ilegal.
Pada 2019, Dewan Keamanan PBB mengatakan bahwa Korea Utara telah memperoleh sekitar Rp29,36 triliun selama tiga tahun dalam kegiatan ilegal di dunia maya.
Dalam salah satu serangan sibernya yang paling terkenal, Korea Utara diyakini telah menargetkan Sony Pictures Entertainment pada 2014, setelah studio tersebut merilis sebuah film yang menunjukkan pembunuhan pemimpin negara tersebut.
Selain itu, tiga pria Korea Utara didakwa oleh Departemen Kehakiman AS pada tahun 2021 atas upaya untuk mencuri sekitar Rp19,57 triliun dalam bentuk tunai dan cryptocurrency.
“Cakupan tindakan kriminal oleh peretas Korea Utara sangat luas dan berlangsung lama. Rentang kejahatan yang mereka lakukan juga sangat mengejutkan,” kata pengacara AS Tracy Wilkinson saat itu.
Kelompok peretas tersebut, yang diduga bekerja untuk Biro Umum Pengintaian negara bagian juga diduga menyerang NHS pada 2017 dengan ransomware “WannaCry 2.0”.***