Dirobohkan dan Dibuang ke Sungai oleh Demonstran, Patung Edward Colston di Inggris Jadi Tanda Tanya

- 8 Juni 2020, 16:00 WIB
EDWARD Colston adalah pedagang budak yang patungnya di Bristol, digulingkan selama protes Black Lives Matters di Inggris.*
EDWARD Colston adalah pedagang budak yang patungnya di Bristol, digulingkan selama protes Black Lives Matters di Inggris.* /The Guardian/

PR BEKASI - Inggris kini ikut diramaikan dengan gelombang aksi para pengunjuk rasa yang juga merobohkan patung Edward Colston di wilayah Bristol.

Perobohan patung Edward Colston ini menyusul aksi protes terhadap kematian George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu.

Lalu, siapa sebenarnya Edward Colston yang patungnya dirobohkan dan dibuang ke sungai oleh para demonstran?

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari situs The Guardian Senin, 8 Juni 2020, Edward Colston adalah seorang saudagar terkenal yang memiliki budak-budak di Inggris.

Baca Juga: Gelombang Demonstrasi Penolakan Rasisme Merebak, Warga Tiongkok Minta Australia Hentikan Hal Serupa 

Patungnya yang memiliki tinggi 5,5 meter berdiri di Colston Avenue sejak 1895 sebagai peringatan untuk karya-karya filantropinya seperti sekolah, penjara, dan gereja.

Meskipun Colston lahir Bristol pada 1636, ia tidak pernah tinggal di sana sebagai orang dewasa. Semua perdagangan budaknya dilakukan di luar Kota London.

Colston tumbuh dalam keluarga pedagang kaya di Bristol dan setelah pergi ke sekolah di London, ia membuktikan dirinya sebagai pedagang tekstil dan wol yang sukses.

Pada tahun 1680, ia bergabung dengan perusahaan Royal African Company (RAC) yang memonopoli perdagangan budak Afrika barat yang secara resmi dipimpin oleh saudara Raja Charles II yang kemudian naik takhta sebagai James II.

Baca Juga: Filter Rokok yang Beredar di Indonesia Dikabarkan Mengandung Protein Darah Babi, Simak Faktanya 

Perusahaan memberikan cap pada budak - termasuk wanita dan anak-anak - dengan inisial RAC di dada mereka.

Dipercaya bahwa Edward telah menjual sekitar 100.000 orang Afrika barat di Karibia dan Amerika antara tahun 1672 dan 1689. Melalui perusahaan inilah, Colston menghasilkan sebagian besar kekayaannya dan menggunakan keuntungan untuk beralih ke peminjaman uang.

Dia menjual sahamnya di perusahaan kepada William, Prince of Orange, pada tahun 1689.

Colston kemudian mulai mengembangkan reputasi sebagai filantropi yang menyumbang untuk kegiatan amal seperti sekolah dan rumah sakit di Bristol dan London.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Dikabarkan Minta Masyarakat Ikhlaskan Dana Haji sebagai Modal Masuk Surga, Cek Faktanya 

Dia sempat bertugas sebagai anggota parlemen Tory untuk Bristol sebelum meninggal di Mortlake, Surrey pada 1721. Dia dimakamkan di Gereja All Saints di Bristol.

Filantropinya yakni bernama Colston telah meresap di Bristol. Selain patung, ada juga Colston's sebuah sekolah independen, Colston Hall sebuah Menara Colston, dan Jalan Colston.

Para aktivis telah berargumentasi bahwa selama bertahun-tahun, hubungan Edward dengan perbudakan sebagai bentuk kontribusinya terhadap kota harus dinilai kembali.

Sebuah petisi yang mengumpulkan ribuan tanda tangan dalam sepekan terakhir mengatakan dia (Colston) “tidak punya tempat” di kota.

Baca Juga: Jika Kasus Covid-19 Meningkat, Anies Baswedan Berencana Terapkan Ganjil Genap Kendaraan 

“Sementara sejarah tidak boleh dilupakan, orang-orang ini yang diuntungkan dari perbudakan individu tidak layak mendapatkan kehormatan berupa patung. Ini harusnya diberikan bagi mereka yang membawa perubahan positif dan yang memperjuangkan perdamaian, kesetaraan, dan persatuan sosial,” bunyi petisi itu.

“Kami dengan ini mendorong dewan Kota Bristol untuk menghapus patung Edward Colston. Dia tidak mewakili kota kami yang beragam dan multibudaya,” bunyi lanjutan petisi itu.

Museum Bristol telah berusaha menjelaskan alasan mengapa patung Colston tetap ada di kota dan mengatakan di situs webnya bahwa, "Colston tidak pernah, sejauh yang kita tahu, berdagang di Afrika yang diperbudak dengan alasan sendiri."

Tetapi itu menambahkan, "Apa yang kita tahu adalah, bahwa dia merupakan anggota aktif badan pengurus RAC, yang berdagang di Afrika yang diperbudak, selama 11 tahun."***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah