“Orang-orang dengan nama yang tidak memiliki konsonan terakhir memiliki waktu hingga akhir tahun untuk menambahkan makna politik pada nama mereka untuk memenuhi standar revolusioner,” kata sumber itu.
Langkah tersebut membuat banyak orang tua marah dan enggan mengambil langkah tersebut.
Sumber itu menambahkan bahwa mereka bertanya-tanya apakah pihak berwenang memperkenalkan tindakan tersebut sehingga nama mencerminkan era kelaparan dan penindasan.
Baca Juga: FIFA Jelaskan Soal Gol Kontroversi Jepang yang Singkirkan Jerman di Piala Dunia 2022
Pejabat telah menekankan kepada warga bahwa nama tidak boleh mencerminkan seperti tren di Korea Selatan.
Beberapa generasi keluarga dikritik oleh pihak berwenang karena menamai anak-anak mereka dengan campuran moniker Cina, Jepang, dan Korea Selatan, bukan moniker Korea Utara.
Secara pribadi, warga bercanda apakah mereka harus mengambil nama kuno termasuk Yong Chol, Sun Hui atau Man Bok.
Baca Juga: Jadwal Vaksin Booster Kedua Besok di Depok, Catat Lokasi dan Jenis Vaksinnya
Sumber itu menambahkan, warga marah atas keinginan penguasa yang memaksakan kolektivisme.
Warga juga bertanya apakah mereka adalah bagian mekanik atau hewan ternak, menanyakan bagaimana manusia tidak boleh diberi nama sesuai keinginan sendiri.***