PR DEPOK - Nahel, remaja berusia 17 tahun itu, merupakan anak dari orang tua keturunan Aljazair dan Maroko. Dia telah ditembak oleh seorang Polisi Prancis, saat berhenti di depan lampu lalu lintas, pada hari Selasa, 27 Juli lalu, di Nanterre, pinggiran kota Paris.
Saat pemakamannya berlangsung, beberapa ratus orang berbaris memasuki Masjid Agung Nanterre. Terlihat juga, relawan dengan rompi kuning berjaga-jaga sepanjang perjalanan menuju Masjid Agung.
Sementara itu beberapa puluh orang pengamat, menyaksikan proses pemakamannya dari seberang jalan.
Beberapa pelayat yang dayang, menyilangkan tangan, sambil berteriak "Allahu Akbar - Tuhan Maha Besar", saat mereka berbaris dalam doa.
Baca Juga: Ramalan Zodiak 3 Juli 2023 Virgo, Leo, dan Capricornus: Mendapatkan Penghargaan dari Atasan
Marie, berusia 60 tahun, mengatakan, bahwa dia telah tinggal di Nanterre selama 50 tahun dan selalu ada masalah dengan polisi setempat.
"Ini benar-benar harus dihentikan. Pemerintah benar-benar terputus dari realitas kita (kondisi masyarakat)," kata Marie ketika diwawancarai, dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Reuters.
Penembakan remaja tersebut, yang terekam dalam sebuah video, telah memicu kembali keluhan lama dari komunitas perkotaan yang dianggap miskin dan memiliki campuran ras, tentang kekerasan dan rasisme yang dilakukan oleh Polisi Prancis.
Baca Juga: Bansos PKH BPNT Juli 2023 Belum Cair? Pastikan Data Anda Terdaftar dan Dapatkan Uang Rp400.000