Kesimpulannya, dikatakan dia, belum cukup bukti untuk menghubungkan KIPI dengan imunisasi yang dikerjakan serta tidak ada pembekuan darah atau blood clot yang selama ini diperkirakan muncul akibat vaksin Astrazeneca.
Sementara itu, dr. Ade Firmansyah Sugiharto, yang merupakan Ketua Tim Autopsi Klinis RSCM menuturkan bahwa autopsi klinis pada jenazah mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi sebab sudah dikuburkan sekitar dua minggu.
“Autopsi klinis pada jenazah ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena sudah dikebumikan sekitar 2 minggu,” katanya.
Ia juga mengatakan pemeriksaan melibatkan beberapa pakar di antaranya ahli kedokteran forensik dan medikolegal, patologi anatomik, patologi klinik, mikrobiologi, dan ilmu penyakit dalam dan dikerjakan secara makroskopik dan mikroskopik.
“Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh secara makroskopik dan mikroskopik serta laboratorium dengan melibatkan ahli kedokteran forensik dan medikolegal, patologi anatomik, patologi klinik, mikrobiologi, dan ilmu penyakit dalam,” tutur dia.
Pada hasil autopsi klinis, disebutkan dia, ditemukan kelainan di paru tetapi belum adekuat untuk disebut sebagai penyebab kematian.
“Dari hasil autopsi klinis ditemukan kelainan di paru, namun tidak adekuat untuk ditetapkan sebagai penyebab kematian karena jenazah telah membusuk lanjut saat diotopsi,” katanya lagi.***