Sehingga, memaknai nasionalis harus berdasarkan perjalanan sejarah dan kondisi empirik.
Meski begitu, Asep menyebut persoalan itu menjadi paradoks disaat seluruh penyelenggara negara secara masif menyosialisasikan nilai-nilai 4 Pilar Kebangsaan.
“Tetapi malah ada pihak yang cara berpikir dan bicaranya itu cenderung rasis dan merendahkan martabat salah satu suku,” kata Asep yang menyindir persoalan Arteria Dahlan.
Menurut Asep, keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus dipandang sebagai kekayaan bersifat kodrati dan alamiah.
Artinya, kebhinekaan bukan untuk dipertentangkan, direndahkan apalagi diadu antara satu dengan yang lain yang bisa memicu perpecahan.
“Bhinneka Tunggal Ika harus dapat menjadi spirit perilaku keseharian kita agar persatuan dan kesatuan bangsa semakin kokoh dan lestari,” imbuh Asep Wahyuwijaya.***