Pria berusia 40 tahun itu memanfaatkan waktu senggang yang kerap dia habiskan di perpustakaan penjara, seharusnya ia telah kembali di selnya setelah dua jam menikmati waktu luang, namun tidak satupun sipir yang sadar.
Ketika semua tahanan kembali di selnya masing-masing, saat itulah Marco melakukan aksinya itu, padahal penjara itu terkenal memiliki keamanan yang ketat.
Vonis tinggi yang dijatuhkan hakim padanya salah satunya adalah mempertimbangkan bahwa kelompok tersebut melakukan pembunuhan brutal, yaitu kerap menghancurkan tengkorak korbanya dengan senjata.***