Tepat 16 Tahun Aceh Dilanda Bencana Besar, LIPI Sebut Kemungkinan Tsunami Kecil Bisa Kembali Terjadi

26 Desember 2020, 19:46 WIB
Potret salah satu sudut di Aceh beberapa saat setelah tsunami. /Antara

PR DEPOK - Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sepanjang pesisir Samudera Hindia pascagempa Aceh 16 tahun lalu, sangat mungkin tsunami lebih kecil terjadi di Serambi Mekkah itu.

Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengungkap kemungkinan tersebut dalam webinar "Refleksi 16 Tahun Tsunami Aceh: Edukasi Dini Mitigasi Risiko Tsunami di Indonesia" yang digelar Dongeng Geologi secara daring diakses dari Jakarta, Sabtu, 26 Desember 2020.

"Pada penelitian di kawasan Samudera Hindia untuk mengetahui apakah akan ada lagi setelah tsunami Aceh 2004, sebelumnya kita sudah ke Yaman, Oman, Sri Lanka, Thailand, lalu Indonesia. Di Thailand di kedalaman satu meter, rupanya tanah tersusun dari beberapa lapis endapan dan yang teratas merupakan sisa endapan tsunami 2004," ucap Eko dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.

Baca Juga: Ingin Dapat BLT UMKM 2,4 Juta Tapi Nomor e-KTP Tak Terdaftar di eform.bri.co.id? Wajib Lakukan Ini

Terkait kasus di Aceh, Eko mengatakan, pertama di Teluk Pucung yang berada di sisi selatan Pulau Simeulue memperlihatkan pula lapisan-lapisan tanah berwarna putih dan hitam kecoklatan berselang-seling, dari hasil penggalian di dua lokasi.

Terlihat adanya endapan tsunami yang terjadi tahun 2004 itu yakni tepatnya di bagian atas berupa lapisan berwarna putih.

Menurut Eko, ternyata Bumi juga telah merekam peristiwa tsunami setelahnya yakni yang terjadi pada 28 Maret 2005, usai gempa dengan magnitudo 8,7 yang episentrumnya ada di antara Pulau Nias dan Simeulue.

Baca Juga: Gus Yaqut Ingin Akhiri Intoleransi, Musni Umar Kutip Hasyim Muzadi: Tak Lantas Campur Aduk Keyakinan

Menurut Eko, ada pula lapisan putih putus-putus tampak di lapisan lebih bawah setelah peristiwa 2004 yang merupakan sisa endapan tsunami yang terjadi pada 4 Januari 1907, setelah gempa dengan magnitudo 7,5 hingga 8 terjadi di dekat Simeulue.

Sementara itu, dari hasil penggalian di Aceh Besar, Eko mengatakan ditemukan lapisan tanah berselang-seling berwarna hitam kecoklatan dan putih di kedalaman 50 sentimeter.

Jika berdasarkan ilmu geologi lapisan tersebut berumur sekitar 500 tahun, sehingga setidaknya dapat diketahui dalam jangka waktu itu ada sekitar empat tsunami yang pernah terjadi.

Baca Juga: Minta Pemerintah Tak Habiskan Aset Ponpes HRS, Berikut Isi Pesan WA Marzuki Alie kepada Mahfud MD

"Jika ada tsunami besar dalam jangka panjang, setelahnya ada tsunami-tsunami kecil. Sehingga sangat tidak bijak jika upaya memindahkan masyarakat dari pesisir pantai Aceh pascagempa 2004 berhenti dan sekarang masyarakat justru kembali lagi ke sana membangun rumah," ujar Eko.

Hal serupa juga terjadi di Pangandaran, Jawa Barat, yang memperlihatkan perumahan mewah dibangun di lokasi genangan tsunami sebelumnya.

"Ini perlu dikontemplasikan. Apakah kalau ada tsunami lagi dan jatuh korban bisa dikatakan itu bencana alam?" tuturnya.

Baca Juga: Akui Ingin Miliki Hubungan Baik, Tapi Turki Tak Bisa Terima Perlakuan Israel terhadap Palestina

Gempa bumi bermagnitudo 9,1 hingga 9,3 yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004, pukul 8.58 WIB, dengan episentrum terletak di lepas pantai barat Sumatra telah merenggut lebih dari 150.000 nyawa di Indonesia, sedangkan total korban di 14 negara mencapai 230.000 hingga 280.000 jiwa.

"Saya khawatir, tsunami dan gempa memang fenomena alam, tapi jika itu sebagai bencana apakah berarti manusia kemudian menyalahkan alam yang memicu terjadinya bencana? Seandainya Bumi bisa bicara pasti dia akan menjawab seenaknya saja manusia menyalahkan saya, padahal duluan saya diciptakan dengan gempa, tsunami, gunung api meletus, banjir, longsor sebagai 'nafas' saya," kata Eko.

Adanya lapisan endapan tsunami yang terlihat di Thailand sebelum 2004 diperkirakan ada pula peristiwa sama sekitar 1.700 tahun lalu di lokasi yang sama.

Baca Juga: Pastikan Anda adalah Penerima BST Rp300 Ribu untuk Periode Januari-Juni 2021, Cek di Sini!

Menurut Eko, hal ini bisa saja jumlah korban sedikit atau bahkan tidak terjadi bencana karena tidak ada manusia di sana yang menjadi korban.

Lanjutnya, peristiwa masa lampau, dalam hal ini gempa dan tsunami, menjadi basis kontemplasi manusia untuk mencoba merenungkan kenapa kejadian bencana semakin banyak memakan korban dan kerugian semakin besar.

"Peristiwa masa lalu itu tidak boleh sampai salah didefinisikan, karena boleh jadi kita akan keliru ambil tindakan sehingga justru menjadi bencana," ujar Eko.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler