Siswi Non-Muslim Dipaksa Pakai Jilbab Viral, Alissa Wahid: Tak Bisa Dibatasi oleh Pakaian!

22 Januari 2021, 20:23 WIB
Alissa Wahid, putri mendiang almarhum Gusdur. /Instagram.com/@alissa_wahid

PR DEPOK - Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida atau kerap dipanggil Alissa Wahid turut angkat bicara soal viralnya sebuah video menyangkut seorang siswi non-muslim.

Dalam video viral itu, siswi tersebut dipaksa memakai jilbab oleh pihak sekolah SMKN di Padang, Sumatera Barat.

Alissa Wahid menyebutkan, Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) harus lebih kuat menegaskan bahwa ekosistem pendidikan milik negara tidak memaksakan jilbab untuk murid non-muslim dan bahkan muslimah sekalipun.

Baca Juga: Kapasitas RSD Wisma Atlet Hampir Penuh, Berikut 3 Syarat Pasien yang Bisa Dirawat

“Sepertinya Kemdikbud harus lebih kuat menegaskan bahwa ekosistem pendidikan milik Negara tidak memaksakan jilbab untuk murid non muslim & bahkan juga muslimah,” tulisnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun Twitter @AlissaWahid pada Jumat, 22 Januari 2021.

Sebaliknya, kata dia, lembaga-lembaga terkait juga tidak boleh melarang penggunaan jilbab bagi yang menginginkannya.

“Tanpa penegasan, para pengelola sekolah akan menggunakan tafsir yang berbeda-beda,” ucapnya.

Baca Juga: Budiman Sudjatmiko Jadi Komisaris PTPN, Gus Umar: Bagi-bagi Jatahnya Makin Tak Terkendali!

Menurutnya, apabila pengelola suatu sekolah meyakini mayoritarianisme sekaligus klaim kebenaran mutlak, maka akan ada potensi aturan pakaian yg melanggar hak konstitusi warga yang menjadi korban.

“Sekolah milik negara di wilayah mayoritas muslim, tidak bisa atas namakan menghormati mayoritas lalu memaksa murid berjilbab,” ujar Alissa.

Ia menilai bahwa sekolah di wilayah mayoritas non-muslim tidak boleh memaksa murid melepas jilbab.

Baca Juga: Sinopsis The Circle, Ketika Teknologi Video Real Time Pengaruhi Hidup Seorang Gadis

“Hak warga atas pendidikan tidak dibatasi oleh pakaiannya,” katanya menjelaskan.

Alissa melanjutkan, penegasan dari Kemendikbud adalah hal penting. Menurutnya, perlu juga diikuti dengan dua upaya:

“Pertama, memperkuat perspektif konstitusi kepada insan2 pendidikan, sekaligus memperkuat perspektif peran sebagai ASN yg harus selalu pakai kacamata wakil negara,” tuturnya.

Baca Juga: Viral Aldi Taher Pede Masuk Surga, Teddy: Walau Ngaku Ustaz, Dia Gak Bohongin Orang!

Yang kedua, yakni memperkuat kembali praktik beragama di Indonesia yang menghargai keragaman keyakinan dan jauh dari sikap klaim kebenaran ajaran yang diyakininya.

“Yang ini, kemdikbud kudu kerjasama dg kemenag. Tanpa 2 hal ini, aturan tegas kemdikbud akan sulit dinternalisasikan oleh tendik (tenaga pendidik),” ucap Alissa.

Ia mengaku bahwa dirinya sudah berulang kali bertemu kasus di mana sekolah tidak membuat aturan berjilbab secara tertulis, tapi melakukan intimidasi halus kepada siswi muslimah yang tidak berjilbab.

Baca Juga: Desak DPR Dukung KPK, Rocky Gerung: Mesti Ada Jaring Besar untuk Tangkap 'Madam' Bansos

“Makanya, soal paradigma kehidupan beragama juga penting, bukan hanya aturan,” kata anak Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.

Ia meminta masyarakat untuk tidak naif dalam melihat pemaksaan atau pelarangan jilbab di sekolah hanya urusan pakaian.

Di balik itu, kata dia, ada trend penabalan ideologi mayoritarianisme dan eksklusivisme beragama.

Baca Juga: Demi Tak Kehilangan Kesempatan Belajar, Mendikbud Dorong Daerah 3T Lakukan KBM Tatap Muka

“Dan ujungnya bukan hanya soal pakaian atau soal perempuan, tapi akan sampai ke soal kehidupan kebangsaan,” ujar Alissa.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Twitter

Tags

Terkini

Terpopuler