Ungkap Demokrasi Kriminal di RI, Rizal Ramli: Kalau Ada yang Maju Bupati, Gubernur, Presiden Mesti Sewa Partai

31 Januari 2021, 18:37 WIB
Pakar ekonomi senior, Rizal Ramli. /Instagram @rizalramli.official

PR DEPOK - Pakar ekonomi senior, Rizal Ramli baru-baru ini mengabarkan bahwa gugatannya soal presidential treshold atau ambang batas presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK) telah ditolak. 

Rizal Ramli mengungkapkan bahwa hal itu terjadi karena legal standing dirinya dianggap tidak kuat. 
 
Dalam sebuah video yang diunggah pada kanal YouTube Karni Ilyas Club, Rizal Ramli menjelaskan soal gugatannya secara rinci.
 
Baca Juga: Sriwijaya Air Gratiskan Rapid Test Antigen di Beberapa Rute Penerbangan hingga 8 Februari 2021
 
Menurutnya sistem ambang batas presiden 20 persen perlu ditiadakan atau dibuat menjadi 0 persen karena aturan tersebut hanya menguntungkan beberapa partai besar saja.
 
"Yang menikmati sistem treshold ini 9 partai yang besar ini, Mereka menikmati karena ada kewajiban 20 persen untuk calon bupati, gubernur dan presiden," kata Rizal Ramli seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com pada Minggu, 31 Januari 2021. 
 
Kemudian ia menjelaskan sistem treshold tersebut bahwa seseorang yang mengajukan diri sebagai bupati harus menyiapkan uang besar untuk biaya menyewa partai-partai besar.
 
Baca Juga: Semua Parpol Kecuali PDIP Disebut Dukung Penangkapan Abu Janda, Rocky: Dia Malas, Gak Berguna Jadi Dilepas
 
"Itu kalau ada yang mau maju jadi bupati mesti nyewa partai, dua atau tiga partai. Biayanya itu bisa-bisa Rp30 sampai Rp50 miliar, biaya partai saja, baru buat bupati," ucapnya menambahkan.
 
Tak hanya itu, Rizal Ramli juga memaparkan secara rinci biaya yang diperlukan jika ingin maju dalam kompetisi politik seperti gubernur dan presiden. 
 
"Buat gubernur, Rp100 miliar sampai Rp300 miliar. Untuk presiden, bisa sampai Rp1 triliun," ujar Rizal Ramli. 
 
Baca Juga: Update Persebaran Covid-19 Depok, 31 Januari 2021: 26.984 Positif, 21.401 Sembuh, 572 Meninggal
 
Penjelasan rincinya itu merupakan gambaran dari demokrasi kriminal yang terjadi saat ini di Indonesia.
 
Menurutnya demokrasi kriminal itu lah yang ia lawan dari sejak masa orde baru hingga kini. 
 
"Inilah yang kami sebut sebagai demokrasi kriminal bang Karni. Ini yang kita lawan dulu, zaman orde baru, (saat) saya sebagai mahasiswa," katanya. 
 
Baca Juga: Gagal Lakukan Vaksinasi Kedua Lantaran Demam, Wakil Wali Kota Depok Kini Terkonfirmasi Covid-19
 
Lebih lanjutnya, Rizal Ramli mengungkapkan bahwa sejatinya sistem yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia adalah yang demokratis dan bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) 
 
"Kita kan sistem otoriter, kita maunya demokratis, bersih kkn tapi belakangan demokrasi kita berubah jadi demokrasi kriminal karena mau jadi bupati, gubernur, mesti nyewa partai," ungkapnya menjelaskan. 
 
Maka dari itu, ia berpendapat bahwa partai-partai di Indonesia saat ini tidak akan tertarik mengubah sistem treshold atau ambang batas presiden lantaran dengan adanya sistem itu mereka akan diuntungkan.
 
Baca Juga: Macam Alat Pendeteksi Covid-19, Simak Perbedaan GeNose, Rapid Antigen, dan Swab PCR
 
"Jadi partai-partai yang ada sekarang tidak tertarik untuk mengubah ini karena mereka sangat diuntungkan," ucap Rizal Ramli.***
Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Tags

Terkini

Terpopuler