PR DEPOK – Juru Bicara Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi, Fadjroel Rachman, menjawab kebingungan mantan Wakil Presiden ke-10 RI, Jusuf Kalla (JK), soal cara agar bisa mengkritik tanpa harus dipanggil oleh kepolisian.
Dalam keterangan yang disampaikan melalui video yang diunggah di akun Instagram @fadjroelrachman, Jubir Presiden itu memaparkan sejumlah poin penting.
Pertama, Fadjroel menjelaskan bahwa Jokowi selaku Presiden RI selalu bersikap tegak lurus terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Peraturan Perundang-undangan.
Fadjroel menuturkan, jika memang ada masyarakat yang ingin mengkritik pemerintah, harus terlebih dahulu mempelajari dan memahami sejumlah Pasal yang terkait.
“Pertama Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28E Ayat 3, ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat’,” ujar Fadjroel dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun Instagram miliknya.
“Kemudian Pasal 28C, ‘Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum, dalam suatu masyarakat demokratis’.”
Selain itu, lanjutnya, jika masyarakat ingin menyampaikan kritik melalui media digital, mereka harus terlebih dahulu membaca dan menyimak UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Perhatikan baik-baik ketentuan pidana Pasal 45 ayat 1, yaitu tentang muatan yang melanggar kesusilaan. Ayat 2 tentang muatan perjudian, ayat 3 tentang muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Ayat 4 tentang muatan pemerasan dan atau pengancaman,” kata jubir presiden tersebut.
Lebih lanjut, Fadjroel Rachman juga meminta agar para pengkritik ini memahami betul isi dari Pasal 45A yang mengatur tentang penyebaran berita bohong, dan ujaran kebencian yang terkait SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan).
Tak sampai di situ, Fadjroel kembali menambahkan Pasal yang harus benar-benar dipahami oleh para 'calon' pengkritik ini sebelum menyampaikan kritiknya.
“Pasal 45B tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Kalau ingin menyampaikan kritik dengan unjuk rasa, baca dan simak baik-baik UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang sebelumnya dilarang di masa pemerintahan orde baru,” ucap dia.
Pria berusia 57 tahun itu menekankan bahwa jika kritik disampaikan dengan mengikuti aturan undang-undang yang berlaku, maka kritik tersebut pasti tidak akan dipermasalahkan di kemudian hari.
Baca Juga: Diisukan Resmi Dipecat dari Partai Gerindra, Fadli Zon: Wacana Kosong yang Hanya Buang Waktu!
“Jadi, apabila mengkritik sesuai dengan UUD 1945 dan Peraturan Perundang-undangan pasti tidak akan ada masalah. Karena kewajiban pemerintah atau negara adalah melindungi, memenuhi, dan menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara Indonesia, yang merupakan hak asasi manusia tanpa kecuali,” kata Fadjroel tegas.
***