Soal Jokowi Cabut Perpres Investasi Miras, Yusril Ihza: Tapi Tak Otomatis Jadikan Indonesia Negara Islam

3 Maret 2021, 16:09 WIB
Yusril Ihza Mahendra komentari pencabutan Perpres investasi miras. /Instagram/@yusrimahendra.

PR DEPOK – Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Yusril Ihza Mahendra buka suara terkait pencabutan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Diketahui sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara resmi telah mencabut Perpres itu yang didalamnya mengatur soal investasi minuman keras (miras) usai usai mendapatkan masukan dari berbagai pihak.

Salah satu pihak yang turut memberikan masukan soal Perpres investasi miras tersebut adalah para ulama.

Baca Juga: Orang Asia Dapat Perlakuan Rasis di Inggris Akibat Covid-19, Dosen China Diserang hingga Memar dan Berdarah

Pencabutan Perpres investasi miras itu disampaikan Presiden Jokowi melalui siaran di kanal resmi YouTube Sekretariat Presiden, Selasa 2 Maret 2021 kemarin.

Terkait keputusan Jokowi mencabut Perpres investasi miras itu, Yusril Ihza mengatakan pencabutan Perpres investasi miras seharusnya diikuti dengan penerbitan peraturan baru yang merevisi peraturan tersebut.

“Presiden harus menerbitkan peraturan presiden baru yang berisi perubahan atas peraturan tersebut, khususnya menghilangkan ketentuan lampiran yang terkait dengan minuman keras,” ujar Yusril Ihza dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Pasalnya, kata dia, dengan penerbitan peraturan baru yang merevisi Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, maka persoalan pengaturan investasi miras tersebut telah resmi dihapus dari norma hukum positif di Indonesia.

Baca Juga: Bansos Maret 2021 Cair, Cek dtks.kemensos.go.id Pakai NIK KTP atau KIS

Sementara itu, Yusril Ihza menjelaskan mengenai sejumlah ketentuan lain yang memberikan kemudahan terhadap investasi dalam peraturan tersebut.

Lebih lanjut, Yusril Ihza menilai bahwa hal tersebut tidak mengandung masalah yang serius sehingga tidak perlu direvisi segera.

Terkait dengan penolakan terhadap bagian tentang investasi miras dalam Perpres Bidang Usaha Penanaman Modal, ia berpendapat bahwa itu merupakan hal yang wajar di Indonesia, mengingat mayoritas penduduknya beragama Islam.

“Di negara sekuler seperti Filipina saja, Gloria Arroyo Macapagal ketika menjabat sebagai Presiden pernah memveto pengesahan RUU tentang kontrasepsi yang telah disetujui senat," ujar dia.

Baca Juga: Sinopsis Charlie's Angels: Full Throttle, Aksi Para Angels Selidiki Dalang Serangkaian Kasus Pembunuhan

“Karena mempertimbangkan Gereja Katolik Filipina yang menentang keluarga berencana karena dianggap tidak sejalan dengan doktrin keagamaan."

Jika di negara yang mengaku sekuler ternyata pertimbangan keagamaan tetap menjadi hal yang penting, lanjut Yusril Ihza, maka negara yang berdasarkan Pancasila seharusnya berbuat lebih daripada itu.

Mantan Menkumham era Presiden Abdurrahman Wahid itu menuturkan, keyakinan keagamaan wajib dipertimbangkan dalam negara merumuskan kebijakan apa pun.

Menurutnya, langkah tersebut tidak akan otomatis menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, tetapi tetap menjadi negara yang berdasarkan Pancasila.

Baca Juga: RI Desak Tahanan Politik Myanmar Dibebaskan, Sindiran Politisi Golkar: Mampir ke Depan DPR, Ada Tukang Cermin!

“Saya kira, di negara yang berdasarkan Islam pun, pengaturan bagi kepentingan pemeluk-pemeluk agama selain Islam tetap ada. Hak warga negara selain Muslim wajib dilindungi dan dijamin negara yang berdasarkan Islam,” katanya.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler