Nilai Sidang Virtual Rizieq Shihab Tidak Adil, Refly Harun: yang Paling Esensial Adalah Hadirnya Terdakwa

17 Maret 2021, 17:54 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Tangkapan layar YouTube Refly Harun

PR DEPOK - Aksi walk out (WO) terdakwa Rizieq Shihab dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa, 17 Maret 2021 kemarin, menimbulkan banyak perdebatan publik.

Pasalnya, tindakan tersebut didasari atas penolakan permintaan Rizieq Shihab untuk hadir secara luring (langsung) dalam persidangan yang diadakan di PN Jakarta Timur.

Ketika itu, Majelis Hakim yang terdiri dari Khadwanto, selaku Ketua Majelis Hakim, Mu'arif, dan Suryaman tidak memenuhi permintaan dari terdakwa dan tetap memberlakukan jalannya sidang secara daring.

Baca Juga: Sinopsis dan Link Live Streaming Ikatan Cinta 17 Maret 2021, Elsa Mulai Gelisah Soal Foto Bukti Kejahatannya

Mendengar respons tersebut, Rizieq Shihab bersama tim kuasa hukumnya memutuskan untuk meninggalkan sidang alias WO.

Melihat peristiwa tersebut, Refly Harun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari kanal YouTube pribadinya, angkat bicara dan menjelaskan seluk beluk persoalan tersebut.

Dia menilai bahwa salah satu hal yang paling esensial dalan persidangan adalah hadirnya terdakwa karena dia harus membela dirinya secara maksimal.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Dikabarkan Ramadhan 2021 Miliki Waktu Siang Terpanjang dalam 33 Tahun Terakhir, Ini Faktanya

"Yang paling esensial dalam sebuah persidangan itu adalah hadirnya terdakwa karena dialah yang akan menerima konsekuensi dari persidanganitu.. Karena itu, dia harus maksimal membela dirinya, memang terdakwa bisa dibela oleh kuasa hukumnya, tetapi pembelaan oleh dirinya, itu jauh lebih powerfull," ujar Refly Harun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun, Rabu, 17 Maret 2021.

Dalam penjelasannya, dia pun menggambarkan keadaan dari seorang terdakwa dan hak-hak terdakwa yang bisa dilakukan bila ia hadir dalam persidangan secara langsung.

"Sebagai contohnya, misalnya, kalau dia dihadirkan di persidangan dan bisa berkomunikasi dengan kuasa hukumnya, maka setiap saat dia bisa mempertajam pertanyaan-pertanyaan. Lalu orang mengatakan, bukan kah di Mabes Polri juga didampingi kuasa hukum? Jangan lupa, yang mendampingi cuman satu saja, dan itupun terbatas, jarak jauh, dia tidak bisa melakukan komunikasi, seperti secara bisik-bisik atau membuat tulisan-tulisan kecil kepada sesama pengacara untuk saling menguatkan," ujar Pakar Hukum Tata Negara tersebut.

Baca Juga: Mudah Sekali! Cairkan Bansos Tunai BST Rp300 Ribu Maret 2021 dengan Langkah Ini, Login ke dtks.kemensos.go.id

Ia pun mengkritik penggunaan alasan protokol kesehatan yang membuat pihak terdakwa gagal untuk dihadirkan ke persidangan secara langsung dan merasa tidak mendapatkan ketidakadilan.

"Jadi, masuk akal kalau terdakwa minta dihadirkan di muka sidang. Satu-satunya alasan, alasan formal, yang membuat mereka tidak bisa dihadirkan adalah protokol kesehatan Covid-19. Menurut saya alasan itu mengada-ada, kenapa? kalau begitu ya sekalian saja sidangnya virtual semua," kata Refly Harun.

Dia juga memberikan contoh terkait persidangan yang pernah dilakukan Mahkamah Konstitusi ketika melakukan pembacaan putusan pengadilan.

"Jadi, hakimnya virtual, pengacaranya virtual, jaksanya virtual, kemudian kuasa hukumnya virtual, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu ketika Mahkamah Konstitusi melakukan sidang pembacaan putusan," ujarnya.

Baca Juga: Update Persebaran Covid-19 Depok, 17 Maret 2021: 39.647 Positif, 36.347 Sembuh, 792 Meninggal Dunia

Dalam unggahannya tersebut, ia mempertanyakan keadilan bagi terdakwa, yaitu perlakuan yang sama di depan hukum bagi seluruh orang tanpa terkecuali.

"Tapi ini, yang virtual hanya terdakwa, jadi disini saja, tidak adil dan tidak ada perlakuan yang sama, karena dalam konteks ini kita harus pahami bahwa terdakwa adalah pihak yang dituduh oleh jaksa, didakwa, dituntut, dan bahkan nanti divonis hakim, karena itu dia harus membela dirinya secara maksimal," kata Refly Harun.

Lebih lanjut, dia mengusulkan bahwa hal yang harusnya dibenahi dan dilakukan adalah penegakan protokol kesehatan dengan baik.

"Dan, lagi pula kalau misalnya protokol kesehatan, ya, silahkan dibatasi misalnya, berapa yang hadir di ruang sidang. Kalau misalnya yang hadir di ruang sidang bisa dibatasi, maka sesungguhnya yang terpenting adalah terdakwa bisa masuk," ujarnya.

Baca Juga: Isyaratkan Sudahi Persoalan Putrinya dengan Kaesang, Meilia Lau Sebut Akan Ubah Instagramnya Jadi Akun Privasi

"Jadi sangat tidak beralasan," katanya.

Selanjutnya, Refly Harun membandingkan kasus tersebut dengan kasus yang dialami beberapa tokoh seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan Sugi Nur Rahardja atau dikenal sebagai Gus Nur.

Ia pun mengkritik kurangnya penegakan protokol kesehatan ketika ia menjadi saksi untuk kasus Gus Nur.

"Sebenarnya, hal yang sama juga terjadi pula dengan kasus yang sama terjadi pula pada Jumhur Hidayat, kasus Syahganda Nainggolan, kasus Gus Nur, dan lain sebagainya," kata dia.

"Ketika saya memberikan kesaksian dalam kasus Gus Nur, saya melihat misalnya yang hadir di ruang sidang pun tidak dibatasi, mereka bisa masuk dan keluar untuk menonton sidang karena sifatnya terbuka, bahkan ketika mereka duduk-duduk protokol kesehatan tidak diterapkan karena susah menerapkan protokol kesehatan kalau memang petugasnya memang tidak serius. Jadi, bukan soal hadir atau tidaknya terdakwa, tapi lebih kepada keseriusan petugas untuk menerapkan protokol kesehatan," ujar Refly Harun.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ungkap 5 Pelatihan Program Kartu Prakerja yang Paling Diminati, Simak Penjelasan Lengkapnya

Dia pun membenarkan Munarman, selaku kuasa hukum Rizieq Shihab yang menilai bahwa Mabes Polri bukanlah ruang persidangan dan bertentangan dengan KUHAP.

"Betul kata lawyer Rizieq Shihab, Munarman, Mabes Polri bukan ruang sidang. Orang mengatakan, itu ada aturan Mahkamah Agungnya, Ya, tapi aturan Mahkamah Agung tidak lebih tinggi dari KUHAP ya, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang mestinya harus dihormati, kecuali tidak ada alternatif lain, atau berlaku asas equality before the law, semua hadir secara virtual," kata dia melengkapi.

Di akhir video tersebut, ia pun berpesan agar keadilan di negeri ini masih ada dan dia menilai bahwa kasus ini cenderung dipaksakan.

Baca Juga: Marak Isu Presiden 3 Periode, Iwan Sumule Sindir Jokowi: Justru Saya Ingin Wacanakan Presiden Boleh...

"Ini sebuah kasus yang terkesan dipaksakan ya untuk katakanlah ya untuk memproses, menahan Habib Rizieq. Mudah-mudahan keadilan tetap ada di negeri ini, dan keadilan itu bagi siapapun," tutur Refly Harun.

Sebagai catatan, sidang berikutnya akan kembali dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 19 Maret 2021.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler