Respons Wacana Jabatan Presiden 3 Periode, Bivitri Susanti Singgung Soal Skor Indeks Demokrasi Indonesia

24 Maret 2021, 16:28 WIB
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti tanggapi wacana masa jabatan Presiden tiga periode. /Dok. ANTARA.

PR DEPOK - Mengenai wacana jabatan Presiden tiga periode, Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti memberikan tanggapan.

Bivitri Susanti mengatakan ada beberapa dampak bila wacana masa jabatan Presiden tiga periode jadi diterapkan di Indonesia.

Menurutnya dampak pertama bila jabatan Presiden tiga periode jadi diterapkan di Indonesia ialah adanya implikasi hukum negatif.

Baca Juga: Munarman Membentak Jaksa di Sidang HRS, Refly: Harusnya Jaksa Tak Berlebihan dan Menyerang Kubu Terdakwa

Hal tersebut disampaikan Bivitri saat kesempatan diskusi dengan tema "Merefleksikan Kembali, Demokrasi Kita di Persimpangan Jalan?" di Jakarta, Rabu 24 Maret 2021.

"Ada implikasi hukum tapi negatif, karena masa jabatan yang terlalu lama berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," kata Bivitri sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Selanjutnya, kata dia, dampak jika menerapkan masa jabatan Presiden tiga periode di Indonesia adalah memperlambat generasi kepemimpinan antargenerasi berikutnya.

Dalam menyikapi wacana masa jabatan Presiden tiga periode tersebut, pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia ini mengajak masyarakat untuk tetap bersikap kritis.

Baca Juga: SBY Kembali Berduka: Selamat Jalan Sahabatku, Istirahatlah dengan Tenang di Sisi Allah SWT

Bivitri menjelaskan, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Economist Intelligence Unit, Indonesia memperoleh skor indeks demokrasi sebesar 6,30 persen atau peringkat 64 dari 167 negara.

Dengan demikian menurutnya, yang harus diperkuat saat ini ialah pondasi konstitusi dan demokrasi. Apalagi, indeks demokrasi Indonesia mengalami kemunduran sehingga harus jadi pengingat mengenai keadaan demokrasi di Tanah Air.

Bivitri juga menyebut penambahan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode tidak hanya berdampak pada tatanan atas, namun juga berimbas ke tatanan paling bawah.

Lebih lanjut, ia menjelaskan dalam menjalankan tampuk pemerintahan, Presiden akan selalu berjalan dengan orang-orang sekelilingnya baik dari sektor formal maupun nonformal.

Baca Juga: Blak-blakan Akui Tak Suka Prabowo Sejak Kuliah, Gus Umar: Jujur, Saya Pilih Jokowi Salah Satunya karena Itu

"Jadi ada oligarki yang menginginkan supaya terus menerus kekuasaannya dipelihara," kata Bivitri menjelaskan.

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa publik tidak boleh hanya melihat dari sosok Presiden Joko Widodo saja melainkan orang-orang yang mengikutinya.

Bivitri menyebutkan bahwa sebelum isu tersebut bergulir, tidak ada pihak yang membicarakan masa jabatan Presiden tiga periode, namun secara tiba-tiba para elite politik tertentu membicarakannya.

Selama ini masyarakat lebih fokus kepada isu-isu konkret, misalnya penanganan korupsi, pembungkaman demokrasi, pandemi Covid-19, ekonomi yang menurun dan lain sebagainya.

Baca Juga: Singgung Besarnya Utang Negara di Era Jokowi, Iwan Sumule: 3 Periode? Rakyat Makin Miskin, Negara Hancur

Akan tetapi, ketika isu tersebut dimunculkan oleh elite politik atau dari kalangan pendukung Jokowi sendiri, menyebabkan adanya wacana masa jabatan presiden menjadi 3 periode.

"Jadi harus kita perhatikan betul siapa yang membawa-bawa ini sebenarnya," katanya mengakhiri.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler