Pemerintah Diminta Pertimbangkan Keberangkatan Jemaah, MUI: Jika Virus Lebih Ganas, Tak Boleh Paksakan Haji

30 April 2021, 05:05 WIB
Ilustrasi haji dan umrah. /Pexels/Shams Alam Ansari

PR DEPOK - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah kembali mempertimbangkan keberangkatan jemaah haji di masa pandemi demi menjaga keselamatan jiwa masyarakat.

“Dalam konteks ibadah haji, sekalipun Pemerintah Arab saudi membuka haji dan Indonesia mendapatkan porsi namun harus diperhatikan potensi yang menularkan atau tidak. Negara boleh memberikan pembatasan serta meminimalisirkan kontak,” tutur Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Kementerian Agama.

Ni’am menekankan bahwa pemerintah menjadi penanggungjawab dalam merumuskan hingga menetapkan kebijakan tersebut.

Baca Juga: Tragedi Kecelakaan Kapal Selam dalam Dua Dekade Terakhir, KRI Nanggala-402 Berukuran Paling Kecil

Oleh karena itu, indikator kesehatan wajib menjadi pertimbangan berdasarkan rekomendasi dari ahli yang kompeten, profesional, dan kredibel.

“Kalau seandainyapun Saudi membuka haji untuk Indonesia tetapi menurut pendekatan kesehatan potensi tinggi terhadap penularan dan mutasi virus lebih ganas misalnya, maka kita tidak boleh memaksakan penyelenggaraan haji. Biarkan regulasi istithaah yang diterapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama,” tutur Ni’am.

Ni'am memaparkan terdapat tiga pandangan tafsir terkait istithaah.

Baca Juga: Singgung Soal Revolusi 4.0, Bukit Algoritma, dan Babi Ngepet, Pianis Ananda Sukarlan: Indonesia Emang Unik Yah

Pertama, pandangan Imam Syafi’y dan dan Ahmad Bin Hanbal yang mengatakan istithaah hanya menyangkut pembiayaan.

Artinya, orang yang tidak dapat melaksanakan haji sendiri tetapi ia mempunyai biaya untuk melaksanakan haji dianggap sudah memenuhi kriteria istithaah.

”Oleh karena itu ia wajib membiayai orang lain untuk menghajikannya,” tutur Ni’am.

Baca Juga: Setuju KKB Disebut Teroris, Ruhut Sitompul: Tolong Jangan Berdialog dengan Segelintir Teroris KKB

Kedua, pandangan Imam Malik yang mengatakan bahwa istithaah meliputi kesehatan jasmani.

Artinya, orang yang secara fisik tidak dapat melaksanakan haji sendiri, tidak dipandang sudah memenuhi kriteria istithaah meski memiliki harta yang cukup untuk membiayai ibadah haji orang lain.

Alasannya karena orang tersebut belum berkewajiban menunaikan haji baik sendiri maupun dengan membiayai orang lain bila dalam kondisi tidak sehat.

Baca Juga: Sinopsis Triple 9, Aksi Sekelompok Penjahat Mencuri Dokumen Rahasia Bos Rusia, Tayang di Bioskop Trans TV

“Yang ketiga Abu Hanafiah yang menyatakan bahwa istithaah pada dasarnya meliputi dalam bidang biaya dan kesehatan badan,” tuturnya.

Selain itu, terdapat tiga produk MUI yang bisa menjadi referensi pelaksanaan haji di masa pandemi.

“MUI memiliki 3 tiga produk yang menjadi referensi yaitu pertama, keputusan ijtima ulama komisi fatwa MUI tahun 2018 tentang istithaah kesehatan haji, kedua fatwa MUI tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram dan terakhir fatwa MUI tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19,” tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Kementerian Agama

Tags

Terkini

Terpopuler