PR DEPOK – Belum lama ini Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyayangkan bahwa terdapat oknum polisi yang diduga melakukan penjualan amunisi kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Tindakan menjual amunisi kepada KKB Papua ini bahkan disebut anggota Kompolnas, Poengky Indarti merupakan bentuk pengkhianatan kepada Polri dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Jika terbukti benar menjual amunisi kepada KKB, maka mereka adalah pengkhianat, ujar Poengky dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari ANTARA di Jakarta pada Jumat, 29 Oktober 2021 kemarin.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Berpotensi Sebabkan Bencana Hidrometeorologi di DKI Jakarta pada 30-31 Oktober 2021
Kabar dugaan penjualan amunisi kemudian mendapatkan sorotan dari politisi fraksi PKB, Luqman Hakim.
Luqman Hakim dalam keterangan tertulisnya menyebut bahwa polisi yang membantu pemberontak dalam hal ini KKB Papua wajib dihukum mati.
“Polisi membantu pemberontak wajib dihukum mati,” kata Luqman Hakim melalui akun Twitter pribadinya @LuqmanBeeNKRI dikutip Pikiranrakyat-depok.com.
Lebih lanjut, Luqman Hakim mengatakan bahwa sistem rekrutmen dan pendidikan kepolisian perlu mendapatkan evaluasi.
Alasannya disebut Luqman Hakim agar nasionalisme bisa lebih kuat ditanamkan kepada anggota Polri.
“Dan, perlu dievaluasi sistem rekrutmen dan pendidikan kepolisian, agar dapat lebih kuat menanamkan nasionalisme ke anggota Polri,” tuturnya.
Sebelumnya, dua personel Polda Papua yang berasal dari wilayah Polres Nabire dan Polres Yapen diringkus oleh Satgas operasi Nemangkawi di Nabire.
Penangkapan dua personel ini diduga karena keterlibatan dalam penjualan amunisi kepada KKB Papua.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti menuturkan bahwa oknum anggota kepolisian dari Polres Nabire dan Polres Yapen harus mendapatkan hukuman berat seperti hukuman mati misalnya.
“Jika terbukti benar, harus dihukum berat,” tuturnya.
Baca Juga: Dituding Bertengkar dengan Andre Taulany, Sule: Biasalah Namanya Juga Temen
Tindakan kedua oknum polisi ini disebut Poengky bisa dikenakan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Jika mengacu pada undang-undang di atas, maka kedua oknum polisi bisa mendapatkan hukuman mati atau seumur hidup.
“Atau bisa penjara setinggi-tingginya 20 tahun,” tuturnya.***