Titik Balik Nyong Tomia, Kisah Penyelamat Laut Wakatobi

4 Maret 2020, 14:38 WIB
Nyong Tomia, pengebom ikan dari Wakatobi.* /Antara/

PIKIRAN RAKYAT - Di awal tahun 2000an, kegiatan mengebom ikan di Taman Nasional Wakatobi sangat marak dilakukan oleh para nelayan di sana.

Salah satu pengebom ikan itu adalah Nyong Tomia bersama mendiang ayahnya, La Amiru dari Desa Kulati, Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Namun, kini Nyong adalah salah satu penyelamat terbesar Wakatobi.

Dikutip dari situs berita Antara oleh Pikiranrakyat-depok.com, awalnya leluhur Nyong menangkap ikan dengan cara yang ramah lingkungan.

Baca Juga: Biaya Pengobatan Pasien Virus Corona Ditanggung Pemerintah 

Mereka percaya bahwa alam sudah seperti orang tua sendiri. Sayangnya, permasalahan ekonomi warga Desa Kulati memaksa mereka untuk mencari nafkah dengan cara yang lebih cepat.

Mulailah, La Amiru dan tujuh nelayan lainnya membuat bom ikan sebagai metode menangkap ikan yang jadi nafkah mereka sehari-hari.

Sejak kelas tiga SD, Nyong mengikuti ayahnya ke laut untuk ikut berburu ikan dengan menggunakan bom.

“Saya menunggu di perahu kecil sementara bapak menyelam. Setelah itu, saya ditugasi bapak untuk melihat titik yang ditandai tempat ikan-ikan berkumpul untuk dibom,” tutur Nyong menceritakan masa kecilnya.

Baca Juga: Jelang Puasa dan Lebaran 2020, Kemendag Kawal Stabilisasi Harga Bahan Pokok 

Nyong mulai mengebom ikan bersama teman-temannya di kelas empat SD memberanikan diri untuk berlayar tanpa orang dewasa.

Wa Siti, ibu dari Nyong, tidak pernah setuju atas pengeboman ikan yang anaknya lakukan karena khawatir akan keselamatannya.

Ketika mengetahui bahwa bom rakitan Nyong dan ayahnya meletus ketika sedang dirakit, ibu Nyong segera mendatangi mereka berdua dan memarahinya.

“Saking marahnya, ibu bilang kalau mau mati jangan di sini, di luar saja,” ujar Nyong.

Baca Juga: Chelsea vs Liverpool, Gol dari Wilian dan Barkley Perpanjang Catatan Minor The Reds 

Meski tidak disetujui ibunya, Nyong tetap bersikeras merakit bom dengan restu penuh sang ayah.

Ikan hasil pengeboman Nyong dijual olehnya sendiri ke desa-desa terpencil di sekitar pulau untuk menghindari petugas taman nasional.

Meski tahu bahwa pengeboman ikan adalah tindakan ilegal yang dapat merusak lingkungan, warga Desa Kulati terdesak secara ekonomi sehingga harus menggunakan pengeboman agar mendapat ikan dengan cepat dan dengan jumlah banyak.

Titik balik kehidupan Nyong adalah pada tahun 2004, ketika ayahnya ditangkap oleh petugas taman nasional karena ketahuan mengebom ikan.

Baca Juga: Sekda Depok Ngomel, Mohammad Idris Seharusnya Keluarkan SK KLB Virus Corona 

“Bapak dikarantina empat hari. Itulah momentum saya tidak lagi mengebom ikan,” ujarnya.

Lulus SMP, Nyong pergi ke Jawa dan Papua untuk berdagang meski sebenarnya ia ingin melanjutkan sekolah.

Seiring waktu berjalan, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dahulu bernama The Nature Conservancy (TNC), menggandeng Nyong dalam upaya konservasi lingkungan.

“2013, TNC mulai melakukan menyadarkan kalau ada potensi yang lebih baik lagi selain menjadi nelayan,” Nyong menjelaskan.

Melihat lingkungan Wakatobi rusak akibat bom yang dulu dibuatnya, Nyong dan masyarakat setempat bersama YKAN mulai melakukan transplantasi terumbu karang, edukasi sampah, klasifikasi sampah sebagai ecobrick, dan upaya penyelamatan alam lainnya.

Baca Juga: Hindari Kontak Langsung, Sejumlah Sekolah di Depok Kurangi Jabat Tangan Antara Guru dan Siswa Antisipasi Virus Corona 

Saat ini, Nyong adalah ketua kelompok sadar wisata bernama “Poassa Nuhada” yang berarti “satu kemauan”.

Nyong, tetua adat, dan pemuda setempat kini sepenuh jiwa menjaga Taman Nasional Wakatobi.

Nyong telah melalui perjalanan yang panjang, dimulai dari seorang anak pembom ikan dan kini menjadi konservator alam.

Cerita perjalanannya menjadikan Nyong sosok inspirasi di Kabupaten Wakatobi.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler