Sayangkan BNPT Klaim Banyak Pesantren Terafiliasi Terorisme, Stafsus Menag: Gandeng-gandenglah Kemenag

4 Februari 2022, 09:10 WIB
Stafsus Menag, Wibowo Prasetyo menyayangkan pernyataan BNPT yang sebut pondok pesantren terafiliasi gerakan terorisme. /Dok. Kementerian Agama./

PR DEPOK - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT mengatakan ada 198 pondok pesantren terafiliasi jaringan terorisme.

Sontak pernyataan dari BNPT tersebut cukup menjadi perhatian serius dari pihak Kementerian Agama (Kemenag).

Bahkan, Staf Khusus Menteri Agama (Stafsus Menag) Wibowo Prasetyo menyayangkan pernyataan BNPT yang menyebut pondok pesantren terafiliasi dengan gerakan terorisme.

Sebab, menurut Wibowo Prasetyo, harus ada parameter yang sama untuk menyebut sebuah lembaga sebagai pondok pesantren.

Baca Juga: POPULER HARI INI: Pertamina Rugi Rp11 Milyar Dipimpin Ahok hingga Ucapan Ganjar Pranowo 'Saya Bukan Banteng'

Dalam peraturan (Undang-undang) pesantren dijelaskan, bahwa sebuah lembaga dapat disebut pesantren jika memenuhi arkanul ma’had atau rukun pesantrean, jelasnya.

"Ketika muncul 198 yang terafiliasi, itu perlu dilihat lagi," ujar Wibowo Prasetyo, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari situs Kementerian Agama.

Dia pun meminta agar ada kerjasama (BNPT) dengan pihaknya (Kemenag), untuk memastikan apakah lembaga yang disebutkan adalah pesantren.

Baca Juga: Susi Air Diusir, Susi Pudjiastuti Bongkar Masalah Serupa di Nabire: Bupati Marah Ajudan Tak Dapat Tiket

"Gandeng-gandenglah Kemenag, untuk melihat lagi apakah betul lembaga tersebut pesantren,” kata Wibowo Prasetyo.

"Karena sumber informasi yang kurang jelas dapat menjadi sebuah distorsi dan menyebabkan kekhawatiran di masyarakat," ucap dia lagi.

Terdapat lima hal yang termasuk dalam arkanul ma’had, yaitu kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh atau pembimbing santri.

Baca Juga: Pengakuan Susi Pudjiastuti Usai Susi Air Diusir, Akui Sudah Bayar Semua Kewajiban: Termasuk Denda Rp60 Juta

Kemudian santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning, jelas Wibowo Prasetyo.

“Sebuah lembaga yang menyebut pesantren, tapi nggak ada kajian kitab kuning, maka tidak terpenuhi rukunnya. Itu tidak bisa disebut pesantren,” tuturnya menambahkan.

Selain itu, kata dia, sebuah pesantren juga mensyaratkan dimilikinya ruhul ma’had. Ini spirit yang mesti dimiliki pesantren.

"Salah satunya mengakui Pancasila dan NKRI. Kalau ini tidak punya, jelas tidak bisa disebut pesantren,” pungkas Wibowo Prasetyo.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Kementerian Agama

Tags

Terkini

Terpopuler