Mengenang Merpati Airlines, Kini Sudah Jadi Artefak dalam Sejarah Penerbangan Indonesia

23 Februari 2023, 07:27 WIB
ILUSTRASI - Mengenang sejarah maskapai penerbangan pelat merah yaitu Merpati Airlines, dibubarkan usai dinyatakan pailit.* /Pixabay.com/chrisjmit/

PR DEPOK - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi membubarkan maskapai penerbangan pelat merah yaitu Merpati Airlines.

Keputusan membubarkan Merpati Airlines tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2023 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada 20 Februari 2023.

Sejak 2 Juni 2022, PT Merpati Nusantara Airlines resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan seluruh asetnya dijual sebagai upaya pembayaran hutang kepada beberapa pihak.

Padahal, maskapai penerbangan Merpati Airlines adalah pilihan idaman bagi masyarakat untuk bepergian di lingkup domestik maupun mancanegara, khususnya Timor Leste.

Baca Juga: 5 Tips dan Trik Atasi Insomnia yang Efektif, Salah Satunya Batasi Aktivitas di Tempat Tidur

Cikal-bakal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini adalah untuk menyediakan maskapai penerbangan lingkup regional atau perintis.

Tepat pada 6 September 1962, Pemerintah Republik Indonesia mendirikan PN Merpati Nusantara. BUMN aviasi ini berdiri dengan modal 10 juta rupiah kala itu.

Sejak awal, Merpati Airlines menggunakan pesawat jenis DHC-3 Otter dan dua unit pesawat Douglas DC-3 hibah dari Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Selain hibah pesawat dari AURI, Merpati Airlines juga mendapat hibah pilot dan teknisi aviasi dari AURI, Garuda Indonesia (dulu: Garuda Indonesia Airways), dan sejumlah perusahaan sipil lainnya.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Jepang dan Drama Korea Tayang Maret 2023, Ada The Glory Season 2 dan Downfall

Pada 1963, Merpati Airlines memiliki rute penerbangan perintis Jakarta-Balikpapan, Jakarta-Semarang, dan Jakarta-Tanjung Karang. Direktur Utama maskapai ini adalah Komodor Udara Henk Sutoyo Adiputro (1962-1966).

Perlahan-lahan, Merpati Airlines mengalami pertumbuhan dari segi aset yaitu penambahan armada pesawat dengan tiga kapal udara jenis Dornier DO-28 dan enam Pilatus Porter PC-6. Dengan catatan beberapa armada sebelumnya sudah uzur sehingga Merpati memiliki 15 pesawat.

Memasuki 1966, maskapai penerbangan ini perlahan mulai berorientasi secara komersial selaras dengan semangat rezim saat itu. Direktur Utama saat itu adalah Capt. R. B. Wibisono (1966-1967). Pada periode ini juga perusahaan ini menambah luas area penerbangan hingga ke Papua. Misinya menjadi penerbangan perintis tetap dijalankan sampai PBB memberikan sumbangan 3 Twin Otter.

Pada 1971, Pemerintah Orde Baru mengubah status PN Merpati Nusantara Airlines ke persero. Pada 1975 Pemerintah mulai mengurangi subsidi penerbangan perintis. Alhasil, terjadi masalah keuangan secara pelik karena penerbangan komersial belum beroperasi secara optimal.

Baca Juga: Laga Persib Bandung vs Arema Malang Akan Digelar Tanpa Penonton, Teddy Tjahjono Ungkap Hal Ini

Namun, demi meningkatkan produktivitas dan profesionalitasnya Merpati Airlines bersinergi dengan sejumlah maskapai asing seperti Qantas, Thai Airways International, Japan Air Lines, Lufthansa, Olympic Airways, Trans Australia Airlines, dan China Airlines. Sebagai hasil kerja sama, maka penumpang dengan tiket Merpati dapat terbang dengan maskapai asing tersebut.

Pada 1978, Pemerintah RI menyerahkan seluruh saham kepemilikan Merpati Airlines kepada Garuda Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1978 tentang pengalihan penguasaan modal RI dalam Merpati Airlines.

Sejak saat itu, Merpati Airlines menjadi anak perusahaan Garuda Indonesia dan tetap mengoperasikan penerbangan perintis. Alhasil, Merpati berperan sebagai pendukung penerbangan Garuda Indonesia di lingkup domestik.

Beberapa armada Garuda dialihkan ke Merpati seperti, enam F-28 Mk. 3000, 22 F-28 Mk. 4000, dan sembilan DC-9 untuk menunjang lintas penerbangan domestik.

Baca Juga: TWICE Siap Gelar Tur Dunia 'Ready To Be' Mulai April 2023, Indonesia Termasuk?

Namun, dalam periode tertentu Merpati Airlines lepas dari Garuda Indonesia sehingga harus berkompetisi dalam pasar yang sama. Memasuki tahun 1997 saat jelang krisis ekonomi, Merpati Airlines mulai terpuruk secara finansial dengan nilai kerugian RP. 40,1 miliar.

Memasuki tahun 2000-an maskapai pelat merah ini mulai menata ulang manajemen usahanya, khususnya armada perintisnya dimodernisasi dan direvitalisasi. Upaya penataan tersebut juga ditopang oleh pemerintah RI dengan menyuntikan dana sebesar Rp16 miliar.

Namun, pada 2011 Merpati terlilit utang. Nominal utang tersebut diperkirakan membengkak dari nominal suntikan dana pemerintah.

Keruntuhan Merpati Airlines semakin menjadi konkret saat terjadi korupsi di dalam tubuh maskapai aviasi perintis ini. Maskapai ini mulai oleng dan sulit untuk diselamatkan kembali.

Baca Juga: BPNT 2023 Mulai Cair Akhir Februari? Cek Penerima Secara Online Lewat HP via cekbansos.kemensos.go.id

Akhirnya, seiring dengan bergulirnya waktu Merpati Airlines berhenti beroperasi pada 2014. Bahkan, pada 2015 sertifikat operasinya dicabut. Kini maskapai itu sudah menjadi artefak dalam lintasan sejarah penerbangan Indonesia.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler