Semakin Memanas! Denny Indrayana Layangkan Surat Terbuka Pemecatan Jokowi pada DPR

7 Juni 2023, 15:41 WIB
Denny Indrayana melayangkan surat terbuka kepada DPR RI untuk memecat Jokowi usai diduga melakukan pelanggaran konstitusi.* //Twitter @dennyindrayana///

PR DEPOK - Semakin memanas, Prof. Denny Indrayana S.H., LL.M, Ph.D., Guru Besar Hukum Tata Negara, melayangkan surat terbuka untuk memulai proses impeachment (pemecatan) Presiden Jokowi, ditujukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

 

Lewat akun Twitter @dennyindrayana99, pada Rabu, 7 Juni 2023, surat terbuka Denny Indrayana tersebut berisi laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan Jokowi, sehingga layak untuk dilakukan pemecatan sebagai presiden.

Di awal surat, Denny Indrayana menyoroti situasi politik, dan hukum di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dibuktikan dengan banyaknya saluran aspirasi yang ditutup, bahkan dipidanakan. Seperti yang dialami Haris Azhar, dan Fatia Maulidiyanti, yang dikriminalisasi karena menyampaikan kritik, dan pengawasan publik.

Pendiri INTEGRITY Law Firm itu berpendapat bahwa Presiden Jokowi, sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan), karena bersikap tidak netral alias cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Baca Juga: Segera Tamat! Spoiler The Good Bad Mother Episode 13: Ada Tokoh Baru Muncul, Siapa Dia?

Denny Indrayana menyampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Jokowi, yang sepatutnya diselidiki DPR melalui hak angket.

Dugaan Pertama

 

Presiden Jokowi disebut menggunakan kekuasaan, dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden.

Denny Indrayana menuliskan bahwa bukan hanya Jusuf Wanandi (CSIS), yang memprediksi bahwa pihak penguasa, akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024. Pendapat Jusuf Wanandi tersebut, disampaikannya ketika menjadi narasumber di acara Rosi di Kompas TV.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 8 Juni 2023 untuk Leo, Gemini, dan Capricornus: Ketersediaan Uang dalam Jumlah yang Cukup

“Saya sudah lama mendapatkan informasi, bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan,” tulis Denny Indrayana.

Dirinya pun menanyakan kepada Rachland Nashidik, mengapa presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di pertengahan September 2022, menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024.

 

“Menurut Rachland, hal itu karena seorang tokoh bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden, menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY. Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi, dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat KPK,” sambungnya.

Guru Besar Hukum Tata Negara itu pun melanjutkan dalam suratnya, hak angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan, dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.

Baca Juga: Apakah Anda Termasuk Penerima Bansos BPNT 2023? Simak Cara Ceknya Lewat Link cekbansos.kemensos.go.id

Dugaan Kedua

Presiden Jokowi dianggap membiarkan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

 

Denny Indrayana menjelaskan tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.

“Juga lucu, dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja kedua anak buahnya berperkara di pengadilan, membiarkan Kepala Staf Presiden Moeldoko menggugat keputusan yang dikeluarkan Menkumham Yasonna Laoly.

Baca Juga: 5 Daftar Soto di Jakarta Selatan yang Enak dan Gurih, Cek Alamat dan Jam Bukanya

"Jika tidak bisa menyelesaikan persoalan di antara dua anak buahnya sendiri, Jokowi berarti memang tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden,” sambungnya.

Pendiri INTEGRITY Law Firm itu, kembali menegaskan perlunya hak angket dilakukan DPR untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi membiarkan atau bahkan sebenarnya menyetujui langkah KSP Moeldoko yang mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.

 

Dugaan Ketiga

Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan Partai Politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

Baca Juga: Denny Indrayana Sebut Jokowi Lakukan 3 Dugaan Pelanggaran Konstitusi, Singgung Anies Baswedan

Pimpinan KPK yang diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, membuat Presiden bisa mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk kejaksaan dan kepolisian.

Deni melanjutkan bahwa bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan Partai Politik juga diganggu, jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan strategi pemenangan Pilpres 2024.

 

Sebagai contoh, Suharso Monoarfa diberhentikan sebagai Ketua Umum Partai PPP. Salah satu alasan utamanya menurut kader utama PPP yang ditanyai Deni, karena Suharso bertemu empat kali dengan Anies Baswedan.

Dan ketika Soetrisno Bachir menanyakan kepada Arsul Sani, mengapa PPP tidak mendukung Anies Baswedan, padahal mayoritas pemilihnya menghendaki Anies? Arsul memberikan jawaban karena bisa berakibat PPP hilang di DPR pasca Pemilu 2024.

Baca Juga: Paling Laris! Ini 7 Rekomendasi Bakso Super Enak dan Bikin Nagih di Ubud Bali, Cek Alamatnya di Sini

“PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masih mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga,” jawab Arsul Sani. Hal ini, dikarenakan bertentangan dengan kehendak penguasa.

Guru Besar Hukum Tata Negara tersebut, kembali memberikan alasan mengapa hak angket harus dilakukan DPR, guna menyelidiki apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan, dan sistem hukum untuk menekan pimpinan Partai Politik dalam menentukan arah koalisi, dan pasangan capres dan cawapres.

 

Di akhir surat terbukanya untuk Pimpinan DPR, pendiri INTEGRITY Law Firm itu menyampaikan bahwa sudah menjadi kewajiban dirinya sebagai warga negara yang paham konstitusi untuk memberikan laporan dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Jokowi.

“Saya tidak rela UUD 1945 terus dilanggar oleh Presiden Joko Widodo demi cawe-cawenya, yang bukanlah untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi dalam pandangan saya adalah semata untuk kepentingan pribadi dan demi oligarki bisnis di belakangnya,” tandasnya.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler