Menghidupkan Kembali Isu Larangan Ekspor Benih Lobster, Kisah Empati dan Ketangguhan Ekonomi

26 Agustus 2023, 16:33 WIB
Suasana penuh empati dan tekad memenuhi anggota Komisi IV DPR ketika membahas masalah kompleks terkait ekspor benih lobster. /ANTARA/NOVA WAHYUDI

PR DEPOK - Suasana penuh empati dan tekad memenuhi anggota Komisi IV di DPR ketika mereka membahas masalah kompleks terkait ekspor benih lobster. Ini bukan sekadar sesi legislatif; ini adalah panggung di mana narasi perjuangan dan aspirasi bertabrakan.

 

Di tengah keramaian kota, Wulan Guritno, selebriti terkenal, mengingat kembali pertemuannya yang menyentuh dengan para nelayan di berbagai wilayah pesisir, terutama di desa tenang Binuangeun, yang terletak di Lebak, Banten.

Dikatakan Wulan dengan penuh empati, bahwa dirinya telah berdiri di tengah-tengah mereka, para nelayan yang menjadikan pantai sebagai rumah mereka. Mata pencaharian mereka terikat dengan pasang surutnya laut.

Namun, regulasi telah menjalin jaring yang mencekik kelangsungan hidup mereka. Ini adalah pemandangan yang benar-benar mengiris hati.

Baca Juga: 10 Pilihan Bakso di Cilegon yang Terenak dan Nikmat, Simak Alamatnya

"Saya lihat secara langsung, para nelayan ini mereka tinggal di pesisir. Mereka bisa hidup dan makan hanya dengan menjadi nelayan, tapi ada peraturan yang membuat mereka tidak bisa hidup dari sana. Itu kan miris," ungkap Wulan dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari ANTARA.

Dengan hati yang berat, dia mengkritik larangan ekspor benih lobster, melihatnya sebagai pukulan yang tidak menguntungkan bagi mereka yang bergantung pada hasil laut untuk bertahan hidup. Penderitaan para nelayan pesisir, yang hidupnya sangat terkait dengan menangkap benih lobster yang lemah gemulai, sangat menggugah hatinya.

Wulan berkomentar dengan penuh semangat, bahwa kehidupan mereka telah diabaikan, meskipun solusi atas penderitaan mereka sering kali berada dalam jangkauan mereka.

"Bisa dibilang kehidupan mereka tidak layak, sedangkan apa yang bisa membantu mereka benar-benar dekat ada di samping mereka," ujar Wulan Guritno.

Baca Juga: 11 Rumah Makan di Purwokerto yang Paling Nikmat Dilengkapi Lokasinya

Harapannya adalah bahwa interaksi dengan perwakilan parlemen ini bisa memicu perubahan, menghidupkan kembali ekonomi yang lesu bagi para nelayan ini. Dia mendesak anggota DPR, terutama dari Komisi IV, untuk bersatu dalam mengatasi situasi sulit ini.

Komisi IV mendengarkan dengan seksama, mengundang masukan dan wawasan dari para pendukung budidaya lobster. Pegiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN), sebuah kelompok bersemangat yang berkomitmen untuk memajukan industri lobster Indonesia, menjadi pusat perhatian.

Ditegaskan Anggia Erna Rini selaku Wakil Ketua Komisi IV Dalam Komisi IV, kalu dirinya sangat peka terhadap penderitaan nelayan. Ini adalah cara kami untuk menyelami getaran masyarakat.

"Kami dari Komisi IV sangat memperhatikan persoalan nelayan dan ini merupakan mekanisme yang kami lakukan untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini dalam rapat bersama PBLN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 23 Agustus 2023.

Baca Juga: Mlekoh! 10 Tempat Makan Soto Terlaris di Kediri: Nikmati dengan Irisan Daging Ayam yang Royal

Anggia menjelaskan bahwa masalah lobster bukanlah situasi baru; akarnya telah ada sejak dulu. Oleh karena itu, Komisi IV, yang berurusan dengan urusan kelautan, berusaha memahami masalah ini langsung dari sumbernya. Mereka tidak selalu berada di tengah-tengah dunia nelayan. Kami ingin memahami dampak nyata kebijakan ini pada kehidupan mereka.

"Kami tidak setiap hari di tengah-tengah nelayan, kami ingin mendengarkan apa dampak kebijakan itu terhadap nelayan," katanya.

Sesi ini melibatkan tokoh-tokoh kunci dari PBLN - Syaifullah, Wakil Ketua PBLN; Miea Kusuma, Sekretaris Jenderal PBLN; dan tim riset PBLN yang dipimpin oleh Yudi Nurul Ihsan, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad).

Ruang itu tidak hanya diisi oleh para penggiat ini; nelayan dari berbagai provinsi - Sukabumi, Lebak, dan Lombok - berbagi cerita mereka. Di tengah semuanya, kehadiran bercahaya Wulan Guritno melambangkan jembatan antara aktivisme selebriti dan perjuangan akar rumput.

Baca Juga: Ada Usulan Pembubaran KPK, Jokowi Langsung Buka Suara

Anom, yang berasal dari wilayah pesisir Mandalika di Lombok, NTB, menggambarkan gambaran hidup mereka dengan jelas. Mandalika, yang dijuluki sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menjanjikan kemakmuran, malah diwarnai oleh kesulitan. Larangan ekspor benih lobster telah menjatuhkan pendapatan para nelayan ke dalam jurang.

Anom mengungkap bagaimana mata pencaharian yang dulu stabil tiba-tiba terguncang. Bahkan mereka yang pernah membiayai kendaraan sekarang bergumul dengan cicilan yang belum dibayarkan.

Siti, istri seorang nelayan dari Lebak, Banten, ikut serta, mengisahkan perjalanan mereka yang penuh gejolak dalam stabilitas ekonomi. Larangan itu telah merusak masa istirahat singkat dari kesusahan keuangan mereka, dan dia dengan penuh semangat memohon untuk melegalkan penangkapan benih lobster.

Dialog ini menggema seperti simfoni aspirasi - permohonan akan kebijakan pragmatis yang tidak hanya akan melestarikan lobster, tetapi juga martabat dan mata pencaharian mereka yang terkait erat dengan ombak.

"Kami minta (penangkapan) benih lobster dilegalkan, karena alhamdulillah kalau legal, kami menangkap lobster jadi enggak takut karena sekarang adanya dilarang itu maka nelayan kami tidak sejahtera," kata Siti yang juga membawa anak balita.***

Editor: Tesya Imanisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler