Polusi Udara di Jakarta, BMKG Upayakan Hujan Buatan dengan TMC

29 Agustus 2023, 06:13 WIB
Ilustrasi hujan buatan di Jakarta untuk mengatasi polusi udara. /Anggun Nugraha/Image: Erik Witsoe on Unsplash

PR DEPOK - Hujan buatan yang dikerjakan oleh BMKG di Jakarta merupakan upaya berkelanjutan pemerintah melalui penerapan Teknologi Pengendalian Cuaca (TMC). Teknik ini melibatkan manipulasi pertumbuhan awan dan arah angin untuk menciptakan hujan buatan di Jakarta yang dilakukan BMKG.

Salah satu tujuan utama BMKG untuk lakukan perubahan iklim ini adalah untuk mengatasi masalah polusi udara di wilayah metropolitan Jakarta.

Namun para ahli mengatakan hujan buatan di Jakarta merupakan respons reaksioner terhadap polusi udara, bukan solusi akhir.

Baca Juga: Fuji Utami Kesal Videonya Viral, Beri Klarifikasi Soal Pindah Lapak ke Shopee Live karena Banyak Diskon!

Setelah kampanye polusi dimulai, Charlie Albajili, seorang aktivis keadilan perkotaan dari Greenpeace Indonesia, mengatakan:

“Masalahnya nggak akan terselesaikan terkecuali kita targetkan para pencemar seperti contohnya transportasi, industri, pembakaran limbah industri PLTU atau pembakaran batu bara.”

Pada pukul 09.25 WIB tanggal 28 Agustus 2023, indeks kualitas udara Jakarta mencapai angka 163 pada Indeks Kualitas Udara Amerika (AQI US), menurut data dari situs IQAir.

Baca Juga: Rekomendasi Tempat Makan Rawon di Sukabumi, Enak Pisan!

Hal ini menjadikan Jakarta sebagai kota kedua dengan kualitas udara terbaik di dunia. Meski hujan buatan turun di Jakarta pada malam 27 Agustus 2023, kualitas udara masih berada pada titik terendah sepanjang masa.

Intensitas hujan akibat ulah manusia yang turun di Jakarta pada 27 Agustus 2023 menyapu sebagian besar polusi udara, terbukti dengan perubahan nilai Indeks Kualitas Udara di website IQAir.

Selepas hujan, polusi udara turun ke daftar kota terburuk kelima dunia, namun pada pagi harinya Jakarta kembali menjadi kota terburuk kedua di dunia.

Baca Juga: Maknyus! Ini 10 Tempat Makan Nasi Goreng Ternikmat di Balikpapan, Berikut Lokasinya

Teknologi modifikasi cuaca di Indonesia melibatkan beberapa lembaga seperti Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi, Iklim dan Geofisika (BMKG).

Keberhasilan teknologi pengendalian iklim di Indonesia, seperti hujan buatan di Jakarta, bergantung pada banyak faktor, termasuk pertumbuhan awan dan arah angin.

Namun dampak perubahan cuaca ekstrem di Indonesia masih menjadi perdebatan.

Menurut para ahli, kurangnya area yang terkontrol dalam pengoperasian teknologi AC merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilannya.

Baca Juga: 4 Varian Gudeg Terlezat di Sukabumi, Cocok Sebagai Menu Sarapan hingga Makan Malam

Selain itu, sulitnya terjadinya curah hujan buatan di Jakarta karena bentuk awan tropis yang sulit diubah.

Oleh karena itu, upaya menciptakan curah hujan buatan di Jakarta harus dilakukan dengan rancangan statistik yang jelas dan mempertimbangkan faktor lingkungan yang kompleks.

Polusi udara di Jakarta meningkatkan angka kejadian penyakit pernafasan.

Polusi udara di Jakarta merupakan masalah serius, terutama dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.

Baca Juga: Cara Tambah Kapasitas Penyimpanan Cloud Google Drive 100 GB hingga 2 TB, Cek Harga hingga Cara Bayar

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan pada 24 Agustus 2023, jumlah kasus penyakit saluran pernapasan akut di Jakarta telah mencapai 200.000 kasus.

Jumlah penderita penyakit pernapasan ini empat kali lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus SARS selama pandemi COVID-19. Selama pandemi, jumlah kasus ISPA hanya berkisar 50.000.

“Itu juga berdampak pada polusi udara,” kata Menteri Kesehatan Budi, Kamis, di Hotel Mulia Senayan Menteri Kesehatan dan Keuangan ASEAN di Jakarta. 

Selain itu, data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menunjukkan dampak pencemaran udara khususnya terhadap peningkatan penyakit pernafasan pada anak di bawah 5 tahun.

Baca Juga: 10 Rekomendasi Indoor Playground Terbaik di Jakarta, Lengkap dengan Harga Tiket Masuknya

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) tahun 2011, sekitar 28 dari 100 kematian anak di bawah usia lima tahun disebabkan oleh SARS (terutama pneumonia).

Artinya, sekitar 5 dari 1.000 anak di bawah usia 5 tahun meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia. Sekitar 140.000 anak di bawah usia 5 tahun meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.

Akibat situasi polusi udara saat ini, kita bisa melihat tren peningkatan kasus ISPA di Jakarta Selatan hingga tahun 2023. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan menyebutkan kunjungan pasien ISPA meningkat 22% pada Mei hingga Juli 2023.

Penderita ISPA mayoritas adalah anak-anak atau bayi berusia 0 hingga 5 tahun, sebanyak 62.186 orang. Namun dampak polusi udara tidak hanya berdampak pada anak-anak.

Baca Juga: 6 Rekomendasi Tempat Makan Seblak Enak Khas Bandung di Sukabumi, Rasanya Pedas Gurih

ISPA memiliki 45.247 penduduk berusia 9-60 tahun dan 13.225 penduduk berusia 5-9 tahun. Jumlah pasien berusia di atas 60 tahun relatif sedikit, yaitu 7.588 orang.

Polusi udara menyebabkan 6,7 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2019, kata Tandra Yoga Aditama, Ketua Komite Kehormatan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Berdasarkan angka-angka tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan polusi udara luar ruangan menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun itu.

“Sebenarnya, polusi udara bertanggung jawab atas 1 dari 6 kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2019, sekitar 1,6 juta orang meninggal karena polusi udara di India.” kata Thandra Yoga melalui pesan singkat, Rabu,16 Agustus 2023.***

Editor: Nur Annisa

Tags

Terkini

Terpopuler